homepage

Kamis, 27 Januari 2011

Manusia Bangkai Dalam Alqur'an

A.     Pendahuluan
1.      Latar belakang masalah
Al-Qur’an merupakan kitab umat Islam yang kaya akan khazanah keilmuwan, itu di buktikan dengan banyaknya pentafsiran ilmu yang berbeda antara satu penafsir  dengan penafsir-penafsir yang lainnya, itu karena ilmu yang mereka peroleh berbeda latar belakang dan corak keilmuannya, ada yang dari tasawuf, filsafat dan lain sebagainya, sehingga memunculkan kreatifitas-kreatifitas akal yang sangat cemerlang dengan daya ilmu yang mereka miliki.
Didalam Al-Qur’an yang telah lama kita ketahui bahwa di dalamnya tersimpan ilmu-ilmu yang belum di kaji secara mendalam, banyak sekali hal-hal yang belum diungkapkan para penafsir-penafsir hingga saat ini dengan bahasa yang mudah kita fahami sebagai masyarakat yang sangat kurang sekali keintelektualan dalam ilmu Al-Qur’an. Baik dari ulumul Qura’nnya, tema yanga ada di dalam Al-Qur’an maupun yang lain sebagainya.
Disini penulis ingin sedikit membahas tentang tema dalam Al-Qur’an yang penulis rasa belum diangkat secara gamblang oleh para mufassir Al-Qur’an, yaitu tentang manusia yang diserupakan bangkai dan binatang dalam Al-Qur’an (manusia bangkai, manusia monyet, manusia anjing dan juga manusia keledai)[1], yang akan penulis cukupkan pada hal tersebut.
Didalam pembahasannya nanti akan disebutkan ayat-ayat yang akan berkaitan dengan hal-hal diatas, yang kemudian akan dijelaskan dengan beberapa literatur kitab tafsir yang ada dan sekedarnya saja sebagai pendukung dalam penulisan makalah ini.
Dan pada akhirnya adalah dengan penjelasan lewat analisis yang akan penulis lakukan karena mengingat masih jarang yang membicarakan hal tersebut, sehingga penulis merasa tergugah untuk mengangkatnya menjadi sebuah penelitian tafsir.
2.      Rumusan masalah
Dalam hal ini penulis akan mencoba merumuskan beberapa masalah yang akan penulis coba untuk angkat yaitu :
1.      Siapakah sebenarnya manusia yang di serupakan bangkai dan binatang dalam Al-Qur’an?
2.      Adakah ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menjelaskan hal tersebut?
3.      Bagaimana ulama tafsir menjelaskan hal tersebut?
3.      Tujuan penelitian
Tujuan dari penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Mengetahui siapakah sebenarnya manusia yang di serupakan bangkai dan binatang dalam Al-Qur’an.
2.      Mengetahui ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan hal tersebut.
3.      Mengetahui sedikit tafsiran para ulama tafsir tentang hal itu.
4.      Metode analisis umum
Metode analisis yang akan penulis coba adalah metode ayat deengan ayat yang lain yang akan saling menguatkan, yaitu metode maudu’i. yaitu antara satu ayat dengan ayat lain atau juga dari buku-buku.
5.      Ilmu tafsir
Ilmu tafsir yang akan penulis gunakan adalah dari literature tafsir yang sudah ada, mulai dari kitab-kitab tafsir kodi dan juga kitab-kitab tafsir kontemporer.

6.      Sistematika pembahasan
Sistematika pembahasannnya adalah sebagai berikut:
A.    Pendahuluan (latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode analisis umum, dan ilmu tafsir dan sistematika pembahasan).
B.     Kajiian teoritis yang berisi kajian umum terkait dengan masalah yang di teliti
C.     Pemaparan data dan analisis
D.    Kesimpulan






B.     Kajian teoritis
Al-Quran adalah kitab suci orang Islam yang telah lama berkecimpung dalam memberikan manusia petunjuk, hidayah dan juga keindahan kalamnya. Petunjuk bagi orang-orang awam yang kehilangan hati bersihnya menuju kepada Dzat yang maha pemurah dengan segala apa yang diajarkan dalam Al-Qur’an tersebut.
Selama ini Al-Qur’an suadah menjadi dasar hukum bagi umat Islam yang pertama dan akan kekal selamanya, dengan membawa petnjuk-petunjuk yang terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman, dari zaman turunnya Al-Qur’an, sampai sekarang bahkan akan sampai pada hari kiamat nanti, karena hukum yang tersirat dan tersurat dalam Al-Qur’an tak akan pernah lekang oleh waktu, itu sesuai dengan motto Al-Qur’an itu sendiri yaitu sholih fi kulli zaman wa makan.
Seiring dengan semua itu, banyak sekali penafsir-penafsir yang menciptakan karya mereka dengan semua khazanah keilmuan yang mereka kuasai untuk menafsirkan Al-Qur’an dengan pola pikir yang mereka pelajari.
Pertama kita akan menjelaskan hakikat manusia itu sebelum menginjak pada manusia yang diserupakan bangkai dan binatang oleh Al-Qur’an, karena penulis merasa itu sangatlah penting mengetahui hakikat sebenarnya manusia di ciptakan kedunia ini, pasti ada tujuan dan alasan yang jelas.
Manusia di berikan oleh Allah SWT akal untuk membekali manusia di bumi ini dengan segala yang ada, agar mereka memikirkan dan menggunakan kelebihan mereka untuk mempelajari apa yang ada di bumi ini, akan tetapi masih banyak sekali manusia yang tidak mau mengindahkan ayat-ayat Allah yang di erikan kepada manusia, itulah sebabnya manusia akan terjerumus ke hal yang di benci Allah sehingga menyerupakan mereka dengan binatang yang akan penulis bahas pada kali ini. 
Hakikat manusia
Manusia adalah mahluk yang paling sempurna yang di ciptakan Allah SWT, kesempurnaan  yang di miliki manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah di bumi, Al-Qur’an menerangkan bahwa manusia terbuat dari tanah yang di istilahkan dengan : thurab, thien, shal-shal dan sualalah.
Hal ini dapat diartikan bahwa jasad manusia diciptakan Allah dari bermacam-macam unsur kimiawi yang terdapat dari tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam proses selanjutnya, Al-Quran tidak menjelaskan secara rinci. Akan tetapi hampir sebagian besar para ilmuwan berpendapat membantah bahwa manusia berawal dari sebuah evolusi dari seekor binatang sejenis kera, konsep-konsep tersebut hanya berkaitan dengan bidang studi biologi. Anggapan ini tentu sangat keliru sebab teori ini ternyata lebih dari sekadar konsep biologi. Teori evolusi telah menjadi pondasi sebuah filsafat yang menyesatkan sebagian besar manusia. Dalam hal ini membuat kita para manusia kehilangan harkat dan martabat kita yang diciptakan sebagai mahluk yang sempurna dan paling mulia[2].
Walaupun manusia berasal dari materi alam dan dari kehidupan yang terdapat di dalamnya, tetapi manusia berbeda dengan makhluk lainnya dengan perbedaan yang sangat besar karena adanya karunia Allah yang diberikan kepadanya yaitu akal dan pemahaman. Itulah sebab dari adanya penundukkan semua yang ada di alam ini untuk manusia, sebagai rahmat dan karunia dari Allah SWT. {“Allah telah menundukkan bagi kalian apa-apa yang ada di langit dan di bumi semuanya.”}(Q. S. Al-Jatsiyah: 13). {“Allah telah menundukkan bagi kalian matahari dan bulan yang terus menerus beredar. Dia juga telah menundukkan bagi kalian malam dan siang.”}(Q. S. Ibrahim: 33). {“Allah telah menundukkan bahtera bagi kalian agar dapat berlayar di lautan atas kehendak-Nya.”}(Q. S. Ibrahim: 32), dan ayat lainnya yang menjelaskan apa yang telah Allah karuniakan kepada manusia berupa nikmat akal dan pemahaman serta derivat (turunan) dari apa-apa yang telah Allah tundukkan bagi manusia itu sehingga mereka dapat memanfaatkannya sesuai dengan keinginan mereka, dengan berbagai cara yang mampu mereka lakukan. Kedudukan akal dalam Islam adalah merupakan suatu kelebihan yang diberikan Allah kepada manusia dibanding dengan makhluk-makhluk-Nya yang lain. Dengannya, manusia dapat membuat hal-hal yang dapat mempermudah urusan mereka di dunia. Namun, segala yang dimiliki manusia tentu ada keterbatasan-keterbatasan sehingga ada pagar-pagar yang tidak boleh dilewati.
Maka dari semua itulah manusia itu memunculkan sifat-sifat yang sebenarnya yang mereka miliki, sifat-sifat yang sangat berbeda jauh dari hakikat manusia itu sendiri yaitu sifat-sifat dan perangai kebinatangan yang muncul. Sehingga Al-Qur’an pun menjelaskannya lewat ayat-ayatnya. Karena manusia akan melewati fase-fase yang sangat sulit dalam kehidupan sehingga menuntut manusia bekerja keras mengendalikan diri, akan tetapi sangat banyak yang tidak mampu mengendalikannya sampai mereka masuk pada hal-hal yang dilarang Al-Quran, Yaitu seperti yang akan penulis bahas tentang manusia yang diserupakan binatang dalam Al-Qur’an, itu bukan berarti bahwa manusia itu berbentuk seperti hewan, akan tetapi perangai yang mereka milikilah yang menjadikan manusia di serupakan seperti binatang. Yaitu sifat-sifat serakah, tidak apndai bersukur, manusia punya kecenderungan mau menang sendiri, tidak memperdulikan orang lain, bahkan menghalalkan segala cara untuk menuju suatu kesuksesan.
Manusia merupakan makhluq yang mulia karena iman dan taqwanya kepada Allah, apabila iman dan taqwanya mengalami degradasi (penurunan derajat) karena melakukan kemaksiatan dan dosa serta tidak malu kepada Allah, maka kedudukannya akan hina bahkan lebih hina dari binatang
Dalam alquran banyak sekali peenyerupaan manusia seperti binatang. Seperti halnya manusia yang di serupakan dengan anjing, bangkai, manusia monyet, manusia keledai.
Dalam alquran disebutkan beberapa sifat-sifat manusia, terutama sifat yang buruk yang manusia miliki, seperti contoh :
1.                   Manusia itu bersifat zhalim dan tidak pandai bersyukur
2.                   Manusia selalu digoda oleh Iblis / setan untuk ingkar dari ajaran Allah
3.                   Subhanahu wa Ta'ala dan mengubah ciptaan Allah Subhanahu wa Ta'ala
4.                   Manusia berlaku sombong dan sewenang-wenang
5.                   Manusia sering menuruti hawa nafsunya
6.                   Manusia bersifat boros atau berlebih-lebihan
Itulah sebabnya Al-Quran mengumpamakan mereka itu seperti halnya hewan yang telah penulis sebutkan diatas, bahkan lebih hina dari binatang.
C.  Pemaparan data dan Analisis
   1. Manusia Bangkai
Disebutkan dalam surat Al An’am 122:
`tBurr& tb%x. $\GøŠtB çm»oY÷uŠômr'sù $oYù=yèy_ur ¼çms9 #YqçR ÓÅ´ôJtƒ ¾ÏmÎ/ Îû Ĩ$¨Y9$# `yJx. ¼ã&é#sW¨B Îû ÏM»yJè=à9$# }§øŠs9 8lÍ$sƒ¿2 $pk÷]ÏiB 4 šÏ9ºxx. z`Îiƒã tûï̍Ïÿ»s3ù=Ï9 $tB (#qçR%x. šcqè=yJ÷ètƒ ÇÊËËÈ  
“dan Apakah orang yang sudah mati[3] kemudian Dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu Dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan”.
Ini adalah perumpamaan yang Allah berikan kepada orang mukmin yang mati (bangkai), atau dalam keadaan tersesat maka Allah menghidupkannya yaitu dihidupkan hatinya dengan iman dan memberinya petunjuk, dan juga seperti halnya orang kafir yang tenggelam kepada kegelapan dan tersesat didalam kebodohan, bahwa kedua hal tersebut sangat berkaitan erat antar ahli iman dan orang kafir[4]. Apakah orang telah mati dalam kekufuran dan juga kebodohan, maka kami menghidupkannya dengan iman, dan menyinarinya dengan cahaya yang menyinari jalannya diantara manusia, yaitu cahaya alquran sebagai petunjuk?
Melalui kacamata Qur’an ayat 122 surat Al-An’am ini, kita bisa melihat bahwa orang-orang yang tidak mau menerima kebenaran Qur’an, atau menerima kebenarannya tapi tidak mengamalkan kandungannya dalam kehidupan dunia ini serta tidak mau menyebarkannya di tengah masyarakat sesuai profesi, mereka adalah orang-orang yang mati, alias bangkai-bangkai yang berjalan, kendati secara lahiriah mereka hidup, bekerja, melakukan sidang di parlemen, rapat kabinet, meeting bisnis, sekolah, berkumpul di rumah bersama istri dan anak-anak, belanja di pasar dan seterusnya
Dalam ayat “Kaman masalahu fi zdulumat” bahwa oarng mukmin yang tidak mau menerima petunjuk dan juga orang kafir yang tidak mau mendengarkan petunjuk bahwa mereka itu dalam kesesatan, kebodohan hawa nafsu, maka petunjuk bagi mereka akan tetapi mereka tidak mengiraukan hal tersebut[5]. Maka mereka seperti halnya bangkai yang Al-Qur’an serupakan kepada mereka, bangkai yang hidup di tengah manusia dan menjalani aktifitas seperti halnya manusia, mereka itu hidup, akan tetapi mati eksistensinya.
Bukan hanya sampai di situ, menurut kacamata Qur’an, mereka hidup dalam berbagai kegelapan yang berlapis-lapis, sehingga semua aktivitas hidupnya bagaikan fatamorgana, dan selalu dalam keadaan bingung[6], meraba-raba dan hidup tak jelas tujuan. Seperti dalam surat An Nur 39-40.
tûïÏ%©!$#ur (#ÿrãxÿŸ2 öNßgè=»uHùår& ¥>#uŽy£x. 7pyèÉ)Î/ çmç7|¡øts ãb$t«ôJ©à9$# ¹ä!$tB #Ó¨Lym #sŒÎ) ¼çnuä!$y_ óOs9 çnôÅgs $\«øx© yy`urur ©!$# ¼çnyZÏã çm9©ùuqsù ¼çmt/$|¡Ïm 3 ª!$#ur ßìƒÎŽ|  É>$|¡Ïtø:$# ÇÌÒÈ   ÷rr& ;M»yJè=Ýàx. Îû 9øtr2 %cÓÅdÖ9 çm9t±øótƒ ÓlöqtB `ÏiB ¾ÏmÏ%öqsù ÓlöqtB `ÏiB ¾ÏmÏ%öqsù Ò>$ptxž 4 7M»yJè=àß $pkÝÕ÷èt/ s-öqsù CÙ÷èt/ !#sŒÎ) ylt÷zr& ¼çnytƒ óOs9 ôs3tƒ $yg1ttƒ 3 `tBur óO©9 È@yèøgs ª!$# ¼çms9 #YqçR $yJsù ¼çms9 `ÏB AqœR ÇÍÉÈ  
“dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu Dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya.[7] (40)atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila Dia mengeluarkan tangannya, Tiadalah Dia dapat melihatnya, (dan) Barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah Tiadalah Dia mempunyai cahaya sedikitpun”.
Sebaliknya, orang-orang yang menerima kebenaran Qur’an dengan semua kandungan dan isinya kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, di manapun dia berada, apapun profesinya, Qur’anlah yang menjadi petunjuk hidupnya, maka mereka adalah orang yang benar-benar hidup.
Bukan hanya itu, hidupnya dalam cahaya Allah yang terang benderang, sehingga semua aktivitas hidup yang dijalankannya bernilai tinggi dan tidak ada yang sia-sia, apalagi keliru dan tersesat. Dengan demikian, hidupnya menjadi produktif, pemanfaatan waktunya sangat baik dan tidak ada yang digunakan untuk perkara yang sia-sia, apalagi yang haram.
2.      Manusia kera
Manusia yang diserupakan dengan kera terdapat pada surat Al-Baqarah ayat 65:
ôs)s9ur ãLäê÷HÍ>tã tûïÏ%©!$# (#÷rytFôã$# öNä3YÏB Îû ÏMö6¡¡9$# $oYù=à)sù öNßgs9 (#qçRqä. ¸oyŠtÏ% tûüÏ«Å¡»yz ÇÏÎÈ  
“dan Sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar diantaramu pada hari Sabtu[8], lalu Kami berfirman kepada mereka: "Jadilah kamu kera[9] yang hina".
$yg»uZù=yèpgmú Wx»s3tR $yJÏj9 tû÷üt/ $pköytƒ $tBur $ygxÿù=yz ZpsàÏãöqtBur tûüÉ)­GßJù=Ïj9 ÇÏÏÈ  
“ Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang dimasa itu, dan bagi mereka yang datang Kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.”(al baqarah 66).
 Manusia monyet adalah manusia yang memiliki perangai dan sikap seperti monyet. Tidak berbeda dengan monyet yang ada di hutan atau yang dipelihara oleh manusia seperti di kebun binatang.
Walaupun secara penampilan manusia tersebut tidak memiliki bulu yang lebat yang menutupi seluruh tubuhnya, berpenampilan necis, memakai jas dan dasi dalam setiap pertemuan. Akan tetapi segala sifat dan perilaku monyet terdapat pada dirinya.
Ada beberapa perilaku monyet yang perlu diketahui agar jangan sampai kita termasuk dalam kelompok manusia monyet, di antara perilaku dan sifat monyet itu adalah sebagai berikut:
Pertama adalah licik, monyet sangat terkenal dengan kelicikannya. Dalam pergaulan dengan sesama monyet atau dengan binatang lainnya, monyet selalu ingin menang sendiri dengan menggunakan segala macam cara, tidak mengindahkan lagi norma-norma yang berlaku di tengah masyarakat, asal maksud dan tujuan dapat tercapai semua aturan dilabraknya, bahkan monyet tidak lagi memperdulikan halal-dan haram. Ketika melakukan pendekatan dengan pihak tertentu untuk maksud dan tujuan yang akan diraih, sering memberikan janji-janji yang aduhai, janji yang menggiurkan, setelah itu tipu muslihatnya yang beraksi sehingga menimbulkan kekecewaan yang berat bagi orang yang telah menolongnya.
Kedua adalah rakus, monyet sangat rakus dan tamak terhadap makanan, walaupun di mulut dan di tangannya sudah penuh dengan makanan, akan tetapi jika masih terlihat makanan ada di dekatnya, tanpa pertimbangan lagi langsung disikatnya untuk disantap. Bahkan monyet tidak pilih-pilih buah untuk disantap, terkadang buah yang masih muda pun juga disikatnya, termasuk juga kacang, jagung, ubi milik petani. Sehingga monyet sering membuat keresahan di masyarakatnya.
Ketiga adalah mementingkan diri sendiri, monyet ketika telah berhasil di dalam pemenuhan kebutuhannya akan lupa dengan  teman, bahkan ketika sudah mendapatkan makanan yang banyak dan posisi yang tinggi di pucuk dahan, monyet akan selalu bergoyang-goyang kesenangan dihembus angin sepoi-sepoi sambil menikmati pisang yang ada di tangannya. Teman-teman monyet yang melihat tingkah laku monyet di pucuk dahan yang sedang asyik dengan kesenangannya mengharapkan kepeduliannya agar membantu monyet-monyet yang ada di bawah, akan tetapi monyet yang di atas sudah lupa diri, bagaikan kacang lupa akan kulitnya, sehingga kalaupun memberi, hanya kulit pisang yang dilemparkan ke bawah sedangkan isinya sudah dimakan terlebih dahulu.
Keempat adalah minta perhatian, monyet dalam setiap aktivitasnya selalu ingin diperhatikan, sehingga monyet selalu berpindah-pindah tempat, terbang dari suatu ranting ke ranting lainnya bahkan berpindah dari satu pohon ke pohon lainnya dan untuk menarik perhatian sering menggunakan kata-kata yang tidak jelas bahkan berteriak ke sana ke mari.
Itulah sekelumit tentang manusia yang diserupakan kera, orang-orang Yahudi yang dikutuk menjadi kera yang hina, disebabkan mendurhakai perintah Allah. Mereka telah melanggar perjanjian untuk menghormati hari Sabtu dan tidak bekerja pada hari itu. Lalu mereka mengakali Tuhan dan mencari-cari alasan supaya dapat menangkap ikan yang justru hanya muncul pada hari Sabtu, yaitu dengan cara memasang jala, kail dan perangkap pada hari Jumat sehingga ikan-ikan itu tidak dapat melepaskan diri pada hari Sabtu tersebut. Kemudian mereka akan mengambilnya pada malam Ahad/Minggu sebagai alasan bahwa mereka tidak menangkapnya pada hari Sabtu. Padahal praktek penangkapannya justru mereka lakukan pada hari Sabtu itu karena banyaknya ikan yang muncul ke permukaan telah membuat mereka melupakan larangan Allah. Oleh karena itu Allah mengubah mereka menjadi monyet yang hina.
Sebenarnya cerita tentang manusia yang diserupakan kera dalam alqura’an diawali dengan surat al a’raf ayat 163-166 secara terperinci sebelum masuk pada aurat al baqarah ayat 65-66. Yaitu:
öNßgù=t«óur Ç`tã Ïptƒös)ø9$# ÓÉL©9$# ôMtR$Ÿ2 nouŽÅÑ%tn ̍óst7ø9$# øŒÎ) šcrß÷ètƒ Îû ÏMö6¡¡9$# øŒÎ) óOÎgŠÏ?ù's? öNßgçR$tFÏm tPöqtƒ öNÎgÏFö;y $Yã§ä© tPöqtƒur Ÿw šcqçFÎ6ó¡o   Ÿw óOÎgÏ?ù's? 4 y7Ï9ºxŸ2 Nèdqè=ö6tR $yJÎ/ (#qçR%x. tbqà)Ý¡øÿtƒ ÇÊÏÌÈ   øŒÎ)ur ôMs9$s% ×p¨Bé& öNåk÷]ÏiB zNÏ9 tbqÝàÏès? $·Böqs%   ª!$# öNßgä3Î=ôgãB ÷rr& öNåkæ5ÉjyèãB $\/#xtã #YƒÏx© ( (#qä9$s% ¸ouÉ÷ètB 4n<Î) óOä3În/u óOßg¯=yès9ur tbqà)­Gtƒ ÇÊÏÍÈ   $£Jn=sù (#qÝ¡nS $tB (#rãÅe2èŒ ÿ¾ÏmÎ/ $uZøŠpgUr& tûïÏ%©!$# šcöqpk÷]tƒ Ç`tã Ïäþq¡9$# $tRõs{r&ur šúïÏ%©!$# (#qßJn=sß ¥>#xyèÎ/ ¤§ŠÏ«t/ $yJÎ/ (#qçR%x. šcqà)Ý¡øÿtƒ ÇÊÏÎÈ   $£Jn=sù (#öqtGtã `tã $¨B (#qåkçX çm÷Ztã $uZù=è% öNçlm; (#qçRqä. ¸oyŠtÏ% šúüÏ«Å¡»yz ÇÊÏÏÈ  
163. dan Tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri[10] yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu[11], di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka Berlaku fasik.
164. dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: "Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang Amat keras?" mereka menjawab: "Agar Kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu[12], dan supaya mereka bertakwa.
165. Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik.
166. Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: "Jadilah kamu kera yang hina[13].
            Ayat-ayat ini menjelaskan bagaimana keadaan orang madinah yang tinggal di sekitar laut merah, ketika  allah memberikan batasan pada hari sabtu untuk beribadah, mereka melanggarnya, dan mereka malah pergi lomba memancing ikan pada hari sabtu. Maka allah mengazab mereka karena mereka melakukan maksiat.  
3.      Manusia anjing
Manusia yang diserupakan anjing terdapat dalam surat Al A’raf ayat 176:
öqs9ur $oYø¤Ï© çm»uZ÷èsùts9 $pkÍ5 ÿ¼çm¨ZÅ3»s9ur t$s#÷zr& n<Î) ÇÚöF{$# yìt7¨?$#ur çm1uqyd 4 ¼ã&é#sVyJsù È@sVyJx. É=ù=x6ø9$# bÎ) ö@ÏJøtrB Ïmøn=tã ô]ygù=tƒ ÷rr& çmò2çŽøIs? ]ygù=tƒ 4 y7Ï9º©Œ ã@sVtB ÏQöqs)ø9$# šúïÏ%©!$# (#qç/¤x. $uZÏG»tƒ$t«Î/ 4 ÄÈÝÁø%$$sù }È|Ás)ø9$# öNßg¯=yès9 tbr㍩3xÿtFtƒ ÇÊÐÏÈ  
” dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir”.

Menarik untuk merenungkan ayat Al-Quran tersebut. Ayat 175 surat al-A’raf ini menceritakan tentang orang-orang yang telah didatangkan ayat-ayat Allah kepada mereka, tetapi dia kemudian melepaskan diri dari ayat-ayat itu.
Dalam Tafsir Al-Azhar[14], Prof. Dr. Hamka menjelaskan, bahwa orang-orang ini sudah terhitung pakar atau ahli dalam mengenal ayat-ayat Allah. Tetapi, rupanya, semata-mata mengenal ayat Allah saja, kalau tidak pandai mengendalikan hawa nafsu, maka pengetahuannya tentang ayat-ayat Allah itu satu waktu bisa tidak memberi faedah apa-apa, bahkan dia terlepas dari ayat-ayat itu. Ayat-ayat itu tanggal atau copot dari dirinya.
Dalam ayat ini, kata digunakan lafazh ‘insalakha’, [15]arti asalnya ialah ‘menyilih’ (ganti kulit. Bahasa Jawa: mlungsungi untuk ular). Atau, ketika orang menyembelih kambing, maka dia kuliti dan dia tanggalkan kulit kambing, sehingga tinggal badannya saja. Ini juga disebut ‘insalakha’.
Masih tulis Hamka dalam tafsirnya: “Nabi disuruh menceritakan keadaan orang yang telah mengerti ayat-ayat Allah, fasih menyebut, tahu hukum halal dan hukum haram, tahu fiqih dan tahu tafsir, tetapi agama itu tidak ada dalam dirinya lagi. Allahu Akbar! Sebab akhlaknya telah rusak.”
“Maka syaitanpun menjadikan dia pengikutnya, lalu jadilah dia daripada orang-orang yang tersesat.”
Kata Buya Hamka, rupanya karena hawa nafsu, maka ayat-ayat yang telah diketahui itu tidak lagi membawa terang ke dalam jiwanya, melainkan membuat jadi gelap.
Akhirnya dia pun menjadi anak buah pengikut syaitan, sehingga ayat-ayat yang dia kenal dan dia hafal itu bisa disalahgunakan. Dia pun bertambah lama bertambah sesat.


4.      Manusia keledai
Perumpamaan ini terdapat pada surat Al- Jumuah ayat 5 :
ã@sVtB tûïÏ%©!$# (#qè=ÏdJãm sp1uöq­G9$# §NèO öNs9 $ydqè=ÏJøts È@sVyJx. Í$yJÅsø9$# ã@ÏJøts #I$xÿór& 4 }§ø©Î/ ã@sWtB ÏQöqs)ø9$# tûïÏ%©!$# (#qç/¤x. ÏM»tƒ$t«Î/ «!$# 4 ª!$#ur Ÿw Ïöku tPöqs)ø9$# tûüÏHÍ>»©à9$# ÇÎÈ  
“perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya[16] adalah seperti keledai yang membawa Kitab-Kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim”.

Orang yang dibebankan Taurot adalah “al-yahudil-ladhina ‘alimut-Taurota wa kul-liffu ‘amala bi ha” = Orang-orang Yahudi (umat Nabi Musa) yang mengetahui (adanya) Kitab Taurot dan dibebankan untuk mengamalkan dengan nya.
Pengertian tsuma lam yahmilu = lam ya’malu bi ma fi ha = tidak mau mangamalkan dengan apa yang ada di dalamnya.
Sedangkan khimar = keledai, nama lain lagi “bighol” adalah hewan sejenis kuda tetapi sedikit lebih kecil, biasanya dimanfaatkan untuk alat transportasi (pengangkut barang). Kalau di daerah (tuban, Jawa timur) saya hampir tidak melihatnya, namun hewan ini masih banyak digunakan sebagai “porter” bagi para petualang yang mengadakan ekspedisi pendakian Gunung Himalaya, Katmandu perbatasan Cina – India.
Jadi, orang Yahudi yang ditururunkan oleh Allah kepadanya Kitab Taurat tetapi tidak mau belajar memahami dan mengamalkan isinya, maka diumpamakan sebagaimana hewan keledai yang dibebani kitab/buku besar. Namanya juga hewan, dia tidak menyadari apapun yang dibebankan kepadanya, apalagi memahami isinya[17].
Si keledai tidak mengerti bahwa kitab yang dibebankan kepadanya ternyata berisi “Trik dan Tips melarikan diri dari ikatan Juragan “ atau mungkin “Jurus Rahasia / resep mudah mengubanh alang-alang kering menjadi pakan yang lezat dan bergizi”.
Dan allah memilih khimar disini karena untuk menunjukkan kebodohan, karena keledai identik dengan kebodohan. Mereka meninggalkan dakwah rasulullah dan lebih mementingkan berdagang daripada menerima dakwah kebenaran dari rasul[18].

D.     Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kita petik dari makalah ini adalah:
1.      Manusia bangkai adalah dengan Melalui kacamata Qur’an ayat 122 surat Al-An’am ini, kita bisa melihat bahwa orang-orang yang tidak mau menerima kebenaran Qur’an, atau menerima kebenarannya tapi tidak mengamalkan kandungannya dalam kehidupan dunia ini serta tidak mau menyebarkannya di tengah masyarakat sesuai profesi, mereka adalah orang-orang yang mati, alias bangkai-bangkai yang berjalan, kendati secara lahiriah mereka hidup, bekerja, melakukan sidang di parlemen, rapat kabinet, meeting bisnis, sekolah, berkumpul di rumah bersama istri dan anak-anak, belanja di pasar dan seterusnya
2.       Manusia monyet adalah manusia yang memiliki perangai dan sikap seperti monyet. Tidak berbeda dengan monyet yang ada di hutan atau yang dipelihara oleh manusia seperti di kebun binatang. Walaupun secara penampilan manusia tersebut tidak memiliki bulu yang lebat yang menutupi seluruh tubuhnya, berpenampilan necis, memakai jas dan dasi dalam setiap pertemuan. Akan tetapi segala sifat dan perilaku monyet terdapat pada dirinya.
3.      Manusia anjing Dalam Tafsir Al-Azhar[19], Prof. Dr. Hamka menjelaskan, bahwa orang-orang ini sudah terhitung pakar atau ahli dalam mengenal ayat-ayat Allah. Tetapi, rupanya, semata-mata mengenal ayat Allah saja, kalau tidak pandai mengendalikan hawa nafsu, maka pengetahuannya tentang ayat-ayat Allah itu satu waktu bisa tidak memberi faedah apa-apa, bahkan dia terlepas dari ayat-ayat itu. Ayat-ayat itu tanggal atau copot dari dirinya.
4.      Sedang manusia keledai adalah orang Yahudi yang ditururunkan oleh Allah kepadanya Kitab Taurat tetapi tidak mau belajar memahami dan mengamalkan isinya, maka diumpamakan sebagaimana hewan keledai yang dibebani kitab/buku besar. Namanya juga hewan, dia tidak menyadari apapun yang dibebankan kepadanya, apalagi memahami isinya.


Daftar rujukan
Abu ja’far at thobari. Jami’ul bayan fi ta’wil alqur’an. Maktabah syamilah.
Wahbah zuhaili. Tafsir al munir. Maktabah syamilah.
Ibnu kasir. Tafsir ibnu kasir. Maktabah syamilah.
Tafsir ar razi. Maktabah syamilah.
Hamka. Tafsir al azhar.
www.wikipedia.com





[1] Penulis terinspirasi dari perkataan ustad roem rowi pada makalah anak-anak kelas tafsir hadis semester 6
[2] www.wikipedia.com
[3] Maksudnya ialah orang yang telah mati hatinya Yakni orang-orang kafir dan sebagainya.
[4] Wahbah zuhaili, tafsir al munir juz 4. Maktabah syamilah.
[5] Tafsir ibnu kasir maktabah syamilah.
[6] Tafsir ar razi. Maktabah syamilah.
[7] Orang-orang kafir, karena amal-amal mereka tidak didasarkan atas iman, tidaklah mendapatkan Balasan dari Tuhan di akhirat walaupun di dunia mereka mengira akan mendapatkan Balasan atas amalan mereka itu.
[8] Hari Sabtu ialah hari yang khusus untuk beribadat bagi orang-orang Yahudi
[9]Sebagian ahli tafsir memandang bahwa ini sebagai suatu perumpamaan , artinya hati mereka menyerupai hati kera, karena sama-sama tidak menerima nasehat dan peringatan. Pendapat jumhur mufassir ialah mereka betul-betul beubah menjadi kera, hanya tidak beranak, tidak Makan dan minum, dan hidup tidak lebih dari tiga hari.

[10] Yaitu kota Eliah yang terletak di pantai laut merah antara kota Mad-yan dan bukit Thur
[11] Menurut aturan itu mereka tidak boleh bekerja pada hari Sabtu, karena hari Sabtu itu dikhususkan hanya untuk beribadat.
[12]Alasan mereka itu ialah bahwa mereka telah melaksanakan perintah Allah untuk memberi peringatan.

[13]Sebagian ahli tafsir memandang bahwa ini sebagai suatu perumpamaan , artinya hati mereka menyerupai hati kera, karena sama-sama tidak menerima nasehat dan peringatan. Pendapat jumhur mufassir ialah mereka betul-betul beubah menjadi kera, hanya tidak beranak, tidak Makan dan minum, dan hidup tidak lebih dari tiga hari.

[14] Tafsir al azhar…
[15] ibid
[16] Maksudnya: tidak mengamalkan isinya, antara lain tidak membenarkan kedatangan Muhammad s.a.w.

[17] Abu ja’far at thobari, jami’ul bayan fi ta’wili al qur’an, maktabah syamilah. Juz 23. Hal.377
[18] Wahbah zuhaili, mtafsir al munir . maktabah syamilah.
[19] Tafsir al azhar…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar