homepage

Jumat, 11 Februari 2011

Bayi Tabung Menurut islam

A.    Pendahuluan
    Pada tiga dekade ini, ilmu dan tekhnologi dibidang kedokteran mengalami perkembangan yang sangat pesat serta memberikan dampak positif bagi ummat manusia. Salah satu hasil penemuan dibidang ini adalah dengan ditemukannya cara-cara baru dalam mereproduksi manusia, yang dalam istilah kedokteran disebut dengan fertilasi in vitro atau lebih popular dengan bayi tabung.
    Pada hakikatnya program bayi tabung bertujuan untuk membantu pasangan suami-istri yang tidak mampu melahirkan keturunan secara alami yang disebabkan karena ada kelainan pada pihak istri maupun suami, namun dibalik teknologi reproduksi tersebut, ternyata menimbulkan persoalan terutama dalam bidang agama.
 Timbulnya permasalahan di bidang agama adalah disebabkan karena didalam agama terutama Islam, tidak dikenal anak yang dihasilkan dari tekhnik bayi tabung. Didalam makalah ini penulis akan berusaha mengungkapkan singkat tentang bayi tabung dan hukumnya .

B.    Sejarah dan pengertiannya
Proses tekhnologi bayi tabung pertama kali berhasil dilakukan oleh Dr. P.C. Steptoe dan Dr. R.G. Edward atas pasangan suami istri John Brown dan Leslie. Sperma dan ovum yang digunakan berasal dari pasangan suami-istri, kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim istrinya, sehingga pada tanggal 25 Juli 1978 lahirlah bayi tabung yang pertama yang bernama Louise Brown di Oldham Inggris dengan berat badan 2.700 gram . 
Bayi tabung (tube baby) adalah bayi yang didapatkan melalui proses pembuahan yang dilakukan di luar rahim sehingga terjadi embrio dengan bantuan ilmu kedokteran. Dikatakan sebagai kehamilan bayi tabung karena benih laki-laki yang diambil dari sperma laki-laki dan disimpan dalam suatu tabung.
Istilah Bayi Tabung ( tube baby) dalam bahasa kedokteran dikenal dengan sebutan “In Vitro Fertilization and Embryo Transfer” (IVF-ET) atau dalam khazanah hukum Islam dikenal dengan “Thifl al-Anâbîb” atau “Athfâl al-Anbûbah”.
Proses bayi tabung hampir mirip dengan inseminasi buatan, keduanya adalah proses pembuahan yang dilakukan secara tidak alami, dalam artian proses ini terjadi dengan bantuan medis atau dilakukan dengan campur tangan dokter. Inseminasi buatan merupakan terjemahan dari artificial insemination. Artificial artinya buatan atau tiruan, sedangkan insemination berasal dari kata latin. Inseminatus artinya pemasukan atau penyampaian. artificial insemination adalah penghamilan atau pembuahan buatan. Sedangkan Inseminiasi Buatan (Artificial Insemination) dalam hukum Islam dikenal dengan sebutan “At-Talqîh al-Shinâi”.

C.    Macamnya
Dalam dunia kedokteran dikenal terdapat dua macam jenis bayi tabung (fertilasion ini vitro), yaitu :
1.    In Vitro (outside the human body) fertilazion (IVF) using sperm of husband or donor, and
2.    Egg of wife or surrogate mother.

D.    Motivasi di lakukan bayi tabung
Bayi tabung  yang dilakukan untuk menolong pasangan yang mandul, untuk mengembang biakan manusia secara cepat, untuk menciptakan manusia yang ideal sesuai dengan keinginan, sebagai alternative bagi manusia yang ingin punya anak tetapi tidak mau menikah dan untuk percobaan ilmiah.
Teknik Bayi Tabung diperuntukkan bagi pasangan suami isteri yang mengalami masalah infertilitas. Pasien Bayi Tabung umumnya wanita yang menderita kelainan sebagai berikut : (1) kerusakan pada saluran telurnya, (2) lendir rahim isteri yang tidak normal, (3) adanya gangguan kekebalan dimana terdapat zat anti terhadap sperma di tubuh isteri, (4) tidak hamil juga setelah dilakukan bedah saluran telur atau seteleh dilakukan pengobatan endometriosis, (5) sindroma LUV (Luteinized Unruptured Follicle) atau tidak pecahnya gelembung cairan yang berisi sel telur, dan (6) sebab-sebab lainnya yang belum diketahui. Sedangkan pada suami, teknik ini diperuntukkan bagi mereka yang pada umumnya memiliki kelainan mutu sperma yang kurang baik, seperti oligospermia atau jumlah sperma yang sangat sedikit sehingga secara alamiah sulit diharapkan terjadinya pembuahan.

E.    Proses bayi tabung
Adapun proses teknik bayi tabung, terdiri dari beberapa tahapan  :
1.    Pengobatan merangsang indung telur.
2.    Pengambilan sel telur.
3.    Pembuahan atau fertilasi telur.
4.    Pemindahan embrio.
5.    Pengamatan terjadinya kehamilan.

F.    Surrogate mother
System ibu pengganti adalah produk samping dari bayi tabung atau inseminasi buatan. Hal ini telah menciptakan kontroversi besar dalam lingkungan hukum dan etika diseluruh dunia.
Ibu pengganti (surrogate mother ) adalah seorang ibu mengizinkan sebuah ovum orang lain yang telah dibuahi disuntikkan kedalam rahimnya, kemudian ia mengandung si anak hingga waktunya yang penuh buat pasangan lain itu . Ini dapat dilakukan dengan Cuma-Cuma atau dengan imbalan sejumlah uang. Prosedur reproduksi manusia ini ditempuh bilamana seorang wanita mempunyai permasalahan dalam mengandung si anak hingga watunya penuh.

G.    Tinjauan aspek agama
Bayi tabung dilihat dari asal sperma yang dipakai dapat dibagi dua:
1.    Bayi tabung dengan sperma suami.
2.    Bayi tabung yang bukan sperma suami atau disebut donor.
Untuk bayi tabung dengan sperma suami sendiri di bolehkan bila keadaannya benar-benar memaksa pasangan itu untuk melakukannya dan bila tidak akan mengancam keutuhan rumah tangganya (terjadinya perceraian) sesuai dengan kaidah usul fiqh…………..
الحاجة تنزل منزلة الضرورة
“hajat itu keperluan yang sangat penting dilakukan seperti keadaan darurat”.
Adapun tentang bayi tabung dengan bukan sperma suami atau sperma donor para ulama mengharamkannya seperti pendapat Yusuf Al-Qardlawi yang menyatakan bahwa Islam juga mengharamkan donor sperma (bayi tabung). Apabila itu bukan dari sperma suami.
Mahmud Syaltut mengatakan bahwa penghamilan buatan adalah pelanggaran yang tercela dan dosa besar, setara dengan zina, karena memasukan mani orang lain ke dalam rahim perempuan tanpa ada hubungan nikah secara syara’, yang dilindungi hukum syara’ .
Pada bayi tabung dengan sperma suami sendiri tidak menimbulkan masalah pada semua aspeknya, sedangkan bayi tabung dengan sperma donor banyak menimbulkan masalah di antaranya masalah nasab.
Berikut dalil-dalil syar’i yang dapat menjadi landasan hukum untuk mengharamkan bayi tabung dengan donor :
1.    Al-Qur’an surat al-Isra’ ayat 70 :
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا
dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
2.    Surat al-Tin ayat 4 :
لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
 Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .
Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Maka sudah seharusnya manusia dapat menghormati martabat sesama manusia. Sebaliknya bayi tabung dengan donor itu pada hakikatnya merendahkan harkat martabat manusia sejajar dengan hewan.


3.    Surat an-Nur ayat 30-31:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (٣٠)وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (٣١)
30. Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".
31. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
4.    Hadis Nabi :
لا يحل لامرئ يؤمن بالله و اليوم الاخر أن يسقي ماءه زرع غيره.
Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman lain (vagina istri orang lain) Hadis riwayat Abu Daud, Al-Tirmidzi, dan hadis ini dipandang sahih oleh Ibnu Hibban.
5.    Kaidah hukum Fiqih Islam yang berbunyi :
درء المفاسد مقدم علي جلب المصالح
Menghindari mudharat (bahaya) harus didahulukan atas mencari maslahah.
Adapun surrogate mother, dari segi pandang syari’at tidak diperkenankan, karena hal itu melibatkan pemasukkan sperma orang lain kedalam rahim si wanita. Ini bertentangan dengan ayat al-Quran yang mengatakan bahwa wanita beriman yarus menjaga kemaluannya kecuali terhadap suaminya sendiri.
    Akan tetapi ada prosedur tertentu dalam system perkawinan Islam  yang mengizinkan suatu bentuk ibu pengganti. Misalnya apabila seorang wanita mengalami permasalahan dalam mengandung anak suaminya hingga waktunya yang penuh, maka si suami dapat mengawini perempuan lain, kemudian ovum dari istri pertamanya yang telah dibuahi oleh spermanya disuntikkan kedalam rahim istrinya yang kedua dengan persetujuan si istri .
Masalah bayi tabung telah banyak dibicarakan dikalangan Islam dan diluar kalangan Islam, baik di tingkat nasional maupun internasional. Misalnya Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam Muktamarnya tahun 1980 mengharamkan bayi tabung dengan dengan donor sperma. Lembaga Fiqih Islam OKI (organisasi konferensi Islam) mengadakan sidang Amman pada tahun 1986 untuk membahas beberapa tekhnik inseminasi buatan dan bayi tabung, dan mengharamkan bayi tabung dengan sperma atau dengan ovum donor. Vatikan secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras pembuahan buatan, bayi tabung, ibu titipan, karena dipandang tak bermoral dan bertentangan dengan harkat manusia. 
H.    Kesimpulan
     Dari pemaparan diatas diketahui dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.    Bayi tabung adalah sebuah tekhnik pembuahan buatan yang bertujuan untuk menolong pasangan suami-istri yang tidak dikaruniai anak karena suatu hal.
2.    Permasalahan bayi tabung merupakan masalah kontemporer, yang harus diselesaikan dengan cara metode ijtihad. Disini para ulama berijtihad bahwa hukum bayi tabung adalah mubah, adapun bayi tabung yang dengan sperma donor, maka hukumnya adalah haram, karena ini disamakan dengan zina.
3.    Penulis berpendapat tidak seyogyanya seorang muslim melakukan teknik reproduksi dengan menggunakan metode bayi tabung jika tidak mempunyai alasan syar’i yang memaksa untuk melakukannya.


I.    Daftar pustaka
Salim, HS, Bayi Tabung Tinjauan Aspek Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 1993
Sayyid Muhammad Ridhwi, Perkawinan Dalam Islam, Jakarta, PT Lentera Basritama, 1996
Masjuk, zuhdi, Masail Fiqhiyah, Jakarta, PT Toko Gunung Agung, 1997
http://id.wordpress.com/
http://bayitabung.blogspot.com/feeds/posts/default

ABORSI MENURUT PANDANGAN ISLAM

Pendahuluan
Berbicara mengenai aborsi sudah bukan merupakan rahasia umum dan bukan merupakan hal yang risih untuk dibicarakan, sebab aborsi pada saat ini sudah menjadi tren dan bisa terjadi di mana-mana. Aborsi pun dapat terjadi di semua kalangan baik dari kalangan remaja yang terjerumus dalam pergaulan bebas maupun para orang tua yang tidak mau terbebani dengan kedatangan anaknya. Kelahiran anak yang semula merupakan anugerah dari Allah swt. sebagai Sang Pencipta justru dianggap sebagai momok, beban yang kelahirannya sangat disesalkan, ironisnya banyak pasangan suami istri yang lain yang sangat mendambakan lahirnya serang anak di antara mereka, namun di sisi  lain banya anaknya yang masih janin salam kandungan dibuang sia-sia.
Dalam memandang hukum aborsi di Indonesia perlu diperhatikan kembali apa yang menjadi tujuan dari perbuatan aborsi tersebut Sejauh  ini, persoalan aborsi pada umumnya dianggap  oleh  sebagian  besar  masyarakat  sebagai  tindak  pidana. Namun,  dalam  hukum  positif  di  Indonesia,  tindakan  aborsi  pada sejumlah kasus  tertentu dapat dibenarkan apabila merupakan  abortus provokatus medicialis. Sedangkan aborsi yang digeneralisasi menjadi suatu  tindak  pidana  lebih  dikenal  sebagai  abortus  provokatus criminalis.  Terlepas  dari  persoalan  apakah  pelaku  aborsi melakukannya atas dasar pertimbangan kesehatan (abortus provokatus medicialis)  atau memang melakukannya  atas  dasar  alasan  lain  yang kadang  kala  tidak  dapat  diterima  oleh  akal  sehat,  seperti  kehamilan yang  tidak  dikehendaki  (hamil  di luar  nikah)  atau  takut  melahirkan ataupun  karena  takut  tidak  mampu  membesarkan  anak  karena minimnya kondisi perekonomian keluarga,  tetap saja angka kematian akibat aborsi begitu mencengangkan dan sangat memprihatinkan. Data-data statistik yang ada telah membuktikannya. Di luar negeri, khususnya di Amerika Serikat, dua badan utama, yaitu Federal Centers for Disease Control (FCDC) dan Alan Guttmacher Institute (AGI), telah mengumpulkan data aborsi yang menunjukkan bahwa jumlah nyawa yang dibunuh dalam kasus aborsi di Amerika — yaitu hampir 2 juta jiwa — lebih banyak dari jumlah nyawa manusia yang dibunuh dalam perang mana pun dalam sejarah negara itu. Sebagai gambaran, jumlah kematian orang Amerika Serikat dari tiap-tiap perang adalah:  Perang Vietnam 58.151 jiwa, Perang Korea 54.246 jiwa, Perang Dunia II 407.316 jiwa, Perang Dunia I  116.708 jiwa, Civil War (Perang Sipil) 498.332 jiwa. Secara total, dalam sejarah dunia, jumlah kematian karena aborsi jauh melebihi jumlah orang yang meninggal dalam semua perang jika digabungkan sekaligus .
Pengertian Aborsi
Gugur kandungan atau aborsi (Bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran prematur.
Dalam ilmu kedokteran, istilah-istilah ini digunakan untuk membedakan aborsi:
•    Spontaneous abortion: gugur kandungan yang disebabkan oleh trauma kecelakaan atau sebab-sebab alami.
•    Induced abortion atau procured abortion: pengguguran kandungan yang disengaja. Termasuk di dalamnya adalah:
o    Therapeutic abortion: pengguguran yang dilakukan karena kehamilan tersebut mengancam kesehatan jasmani atau rohani sang ibu, terkadang dilakukan sesudah pemerkosaan.
o    Eugenic abortion: pengguguran yang dilakukan terhadap janin yang cacat.
o    Elective abortion: pengguguran yang dilakukan untuk alasan-alasan lain.
Dalam bahasa sehari-hari, istilah "keguguran" biasanya digunakan untuk spontaneous abortion, sementara "aborsi" digunakan untuk induced abortion .
Aborsi sebagai suatu pengguguran kandungan yang dilakukan oleh wanita akhir-akhir ini mempunyai sejumlah alasan yang berbeda-beda. Banyak  alasan mengapa wanita melakukan  aborsi,  diantaranya disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
1.    Alasan  sosial  ekonomi  untuk mengakhiri  kehamilan  dikarenakan tidak mampu membiayai atau membesarkan anak.
2.    Adanya  alasan  bahwa  seorang  wanita  tersebut  ingin  membatasi atau  menangguhkan  perawatan  anak  karena  ingin  melanjutkan pendidikan atau ingin mencapai suatu karir tertentu.
3.    Alasan usia terlalu muda atau terlalu tua untuk mempunyai bayi.
4.    Akibat  adanya  hubungan  yang  bermasalah  (hamil  diluar  nikah) atau  kehamilan  karena  perkosaan  dan  incest  sehingga  seorang wanita melakukan  aborsi  karena menganggap  kehamilan  tersebut merupakan aib yang harus ditutupi.
5.    Alasan  bahwa  kehamilan  akan  dapat  mempengaruhi  kesehatan baik bagi si  ibu maupun bayinya. Mungkin untuk alasan ini aborsi dapat dibenarkan .
Metode yang digunakan yntuk aborei antara lain:
1.    Curratage dan dilatage (C & D)
2.    Dengan alat khusus yaitu mulut rahim dilebarkan kemudian janin dikiret (di-curet) dengan alat seperti sendok kecil.
3.    Aspirasi yakni penyedotan isi rahim dengan pompa kecil.
4.    Hysteronomi (operasi)
Aborsi dalam Pandangan Islam
Aborsi merupakan perbuatan menghilangkan kehidupan manusia (baca : pembunuhan), Merujuk pada surat Al-Māidah ayat 32 , setiap muslim meyakini bahwa siapa pun yang membunuh manusia yang lain, merupakan dosa besar. Selanjutnya Allah juga memberi peringatan agar jangan sekali-kali membunuh seorang anak dikarenakan takut akan kemiskinan atau tidak mampu membesarkannya secara layak.
Dalam studi hukum Islam terdapat perbedaan antara satu ulama dengan yang lain dalam memandang hukum aborsi, yaitu:
Abdurrahman Al Baghdadi (1998) dalam bukunya Emansipasi Adakah Dalam Islam halaman 127-128 menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan, maka semua ulama ahli fikih (fuqohā) sepakat akan keharamannya. Tetapi, para ulama fikih berbeda pendapat jika aborsi dilakukan sebelum ditiupkannya ruh. Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya mengharamkannya .
Sedangkan pendapat imam empat dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
1. Mazhab Hanafī merupakan  paham  yang  paling  fleksibel,  di mana sebelum  masa  empat  bulan  kehamilan,  aborsi  bisa  dilakukan apabila mengancam kehidupan si perempuan (pengandung).
2. Mazhab Māliki melarang aborsi setelah terjadinya pembuahan. 
3. Menurut mazhab  Syafii,  apabila  setelah  terjadi  fertilisasi  zygote tidak  boleh  diganggu,  dan  intervensi  terhadapnya  adalah  sebagai kejahatan.
4. Mazhab Hambali menetapkan  bahwa  dengan  adanya  pendarahan yang  menyebabkan  miskram  menunjukkan  bahwa  aborsi  adalah suatu dosa .
Di  antara para ulama yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar dalam kitabnya Al-Tuhfah dan Al-Ghazāli dalam kitabnya Ihyā` Ulūmiddin. Bahkan Mahmūd Syaltūt, mantan Rektor Universitas Al-Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa yang bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya. Akan makin jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah janin bernyawa, dan akan lebih besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan sampai dibuang atau dibunuh.
Dengan melihat  perbandingan  pendapat para ulama  di atas,  secara garis  besar  bahwa  perbuatan  aborsi  tanpa  alasan  yang  jelas,  dalam pandangan  hukum  Islam  tidak  diperbolehkan  dan  merupakan  dosa  besar  karena  dianggap  telah  membunuh  nyawa  manusia  yang tidak  bersalah  dan  terhadap  pelakunya  dapat  diminta pertanggungjawaban  atas  perbuatannya  tersebut. Aborsi apabila dilakukan karena terpaksa demi melindungi keselamatan sang ibu maka Islam membolehkannya, bahkan mengharuskannya karena Islam mempunyai prinsip menempuh salah satu tindakan yang lebih ringan dari dua hal yang berbahaya adalah wajib . Hal ini juga sejalan dengan kaidah usul fikih yang berbunyi “Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih ringan madharatnya ”. Jadi Islam tidak membenarkan tindakan menyelamatkan anak dan mengorbankan nyawa sang ibu, mengngat ibu adalah ting keluargadan mempunyai hak dan kewajiban, baik terhadap Allah swt maupun terhadap sesama makhluk, berbeda dengan janin, selama dia belum lahir di dunia dalam keadaan hidup, maka ia belum mempunyai hak seperti hak waris dan juga belum mempunyai kewajiban apapun .

Aborsi Menurut Hukum Indonesia
Dalam  hukum  positif  di  Indonesia,  ketentuan  yang mengatur masalah aborsi  terdapat di dalam KUHP dan Undang-Undang Nomor 23  tahun  1992  tentang  Kesehatan.  Ketentuan  di  dalam  KUHP  yang mengatur masalah  tindak  pidana  aborsi  terdapat di  dalam Pasal  299, 346, 347, 348, dan 349.
Pasal 299 KUHP :
“(1)  Barangsiapa  dengan  sengaja  mengobati  seorang  wanita  atau menyuruhnya  supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan,  bahwa  karena  pengobatan  itu  hamilnya  dapat  digugurkan, diancam  dengan pidana penjara paling  lama  empat  tahun atau denda paling  banyak  tiga  ribu  rupiah;  (2)  Jika  yang  bersalah,  berbuat demikian  untuk  mencari  keuntungan,  atau  menjadikan  perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan  atau  juru  obat,  pidananya  dapat  ditambah  sepertiga;  (3)  Jika
yang  bersalah,  melakukan  kejahatan  tersebut,  dalam  menjalankan pencarian,  maka  dapat  dicabut  haknya  untuk  melakukan  pencarian itu”.
Pasal 346 KUHP :
“Seorang wanita yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya  atau menyuruh  orang  lain  untuk  itu  diancam  dengan pidana penjara paling lama empat tahun penjara”.
Pasal 347 KUHP :
“(1)  Barangsiapa  dengan  sengaja  menggugurkan  atau  mematikan kandungan  seorang  wanita  tanpa  persetujuannya,  diancam  dengan pidana  penjara  paling  lama  dua  belas  bulan;  (2)  Jika  perbuatan  itu mengakibatkan  matinya  wanita  tersebut,  dikenakan  pidana  penjara paling lama lima belas tahun”.
Pasal 348 KUHP :
“(1)  Barangsiapa  dengan  sengaja  menggugurkan  atau  mematikan kandungan  seorang  wanita  dengan  persetujuannya,  diancam  dengan pidana penjara paling  lama  lima tahun enam bulan; (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun”.
Pasal 349 KUHP :
“Jika  seorang  tabib,  bidan  atau  juru  obat  membantu  melakukan kejahatan yang tersebut Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348,  maka  pidana  yang  ditentukan  dalam  pasal  itu  dapat  ditambah dengan  sepertiga  dan  dapat  dicabut  hak  untuk  menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan itu dilakukan”.
Di dalam KUHP  sendiri,  istilah  “aborsi‟  lebih dikenal dengan sebutan “pengguguran dan pembunuhan kandungan” yang merupakan perbuatan  aborsi  yang  bersifat  kriminal  (abortus  provokatus criminalis).  Istilah  kandungan  dalam  konteks  tindak  pidana  ini menunjuk pada pengertian kandungan yang sudah berbentuk manusia maupun  kandungan  yang  belum  berbentuk manusia.  Karena  adanya dua  kemungkinan  bentuk  kandungan  tersebut  maka  tindak  pidana yang terjadi dapat berupa :
1.  Pengguguran  yang  berarti  digugurkannya  atau  dibatalkannya kandungan yang belum berbentuk manusia;
2.  Pembunuhan  yang  berarti  dibunuhnya  atau  dimatikannya kandungan yang sudah berbentuk manusia
Tindak  pidana  pengguguran  dan  pembunuhan  kandungan sebagaimana  yang diatur dalam KUHP  terdiri dari 4  (empat) macam tindak pidana, yaitu:
1.  Tindak  pidana  pengguguran  atau  pembunuhan  kandungan  yang dilakukan sendiri, yang diatur dalam Pasal 346 KUHP.
2.  Tindak  pidana  pengguguran  dan  pembunuhan  kandungan  yang dilakukan oleh orang lain tanpa persetujuan dari wanita itu sendiri, yang diatur dalam Pasal 347 KUHP.
3.  Tindak  pidana  pengguguran  dan  pembunuhan  kandungan  yang dilakukan  oleh  orang  lain  dengan  persetujuan  wanita  yang mengandung, yang diatur dalam Pasal 348 KUHP.   541
4.  Tindak  pidana  pengguguran  dan  pembunuhan  kandungan  yang dilakukan oleh orang  lain yang mempunyai kualitas tertentu, yaitu dokter, bidan, atau  juru obat baik yang dilakukan atas persetujuan dari  wanita  itu  atau  tidak  atas  persetujuan  dari  wanita  tersebut, yang diatur dalam Pasal 349 KUHP. Berdasarkan aturan-aturan yang terdapat dalam KUHP terlihat jelas  bahwa  tindakan  aborsi  disini  merupakan  suatu  tindakan  yang melanggar  hukum  karena  perbuatan  aborsi  yang  dilakukan  tanpa alasan  kesehatan/alasan  medis  yang  jelas.  Pelaku  melakukan perbuatan  aborsi  karena  memang  sejak  awal  tidak  menginginkan keberadaan  bayi  yang  akan  dilahirkan,  biasanya  hal  ini  dilakukan karena  kehamilan  yang  terjadi  di  luar  nikah  atau  karena  takut  akan kemiskinan  dan  tidak mampu membiayai  hidup  anak  tersebut  kelak apabila  telah  lahir  ke  dunia.  Selain  itu,  jika melihat  pada  ketentuan yang  terdapat  dalam  KUHP,  perbuatan  aborsi  (baik  pengguguran maupun pembunuhan kandungan) harus dapat dipertanggungjawabkan secara  pidana  oleh  wanita  hamil  yang  melakukan  aborsi  maupun orang yang membantu proses aborsi  tersebut. Dengan demikian, baik pelaku  maupun  yang  membantu  perbuatan  aborsi  dapat  dikenakan sanksi pidana. .
Penutup
Membahas persoalan aborsi, apakah  itu  tergolong aborsi yang dibenarkan  berdasarkan  alasan  medis  maupun  aborsi  tanpa  alasan yang  jelas,  perlu  dilihat  dulu  akar  permasalahannya. Aborsi  yang  dibenarkan  berdasarkan  alasan medis,  baik  itu menurut hukum  positif  maupun  hukum  Islam  adalah  tindakan  pengguguran kandungan  yang  dilakukan  apabila  kehamilan  tersebut  dapat membahayakan nyawa wanita hamil dan hal itu hanya dapat dilakukan sebelum  kandungan  berusia  empat  bulan.  Sedangkan  aborsi  yang merupakan  suatu  perbuatan  criminal  (abortus  provokatus  criminalis) merupakan perbuatan aborsi  yang dilakukan  tanpa alasan  yang  jelas, misalnya  takut akan kemiskinan atau  takut karena kehamilan  tersebut merupakan aib. Aborsi  yang  merupakan  suatu  perbuatan  kriminal  perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah, khususnya bagi para penegak hukum. Selain dengan mengadakan sweeping secara berkala ke berbagai klinik-klinik terselubung yang diduga melegalkan praktek aborsi,  diperlukan  juga  adanya  aturan  tentang  aborsi  yang  tegas  dan tidak  mendua  hati  untuk  menjerat  pelaku  maupun  pembantu  aborsi sehingga  dapat  mengeliminir  perbuatan  aborsi  serta  korban  nyawa-nyawa yang tidak berdosa.

Daftar Rujukan
Angrayni, Lysa, 2001, Aborsi dalam Pandangan Islam dan Hukum Di Indonesia(Makalah) Fakultas  Syari’ah dan  Ilmu  Hukum  UIN  Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru. Alumni Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang
Hakim, Abdul Hamid, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah (Jakarta : Maktabah Sa’diyah Putra)
http://www.gaulislam.com/aborsi-dalam-pandangan-hukum-islam
http://id.wikipedia.org/wiki/Gugur_kandungan
Zuhdi, Masjfuk,1997, Masail Fiqhiyah (Jakarta : Midas Surya Grafindo)
Ridhwi, Muhammad Sayyid, 1996, Perkawinan dan Seks dalam Islam(Jakarta:Lentera)

MANUSIA DALAM PANDANGAN AL GHOZALI

Riwayat Hidup Al-Ghazali
Al-Ghazali  lahir pada 450 H/1058 M di Tus, salah satu kota di Khurasan yang pada saat itu dipenuhi oleh beberapa paham keagamaan. Meskipun kota ini mayoritas dihuni oleh kalangan muslim Sunni, namun juga banyak komunitas Kristen dan muslim Syi’ah. Al-Ghazali terdidik dalam lingkungan muslim yang taat beribadah kepada Allah. Ayahnya tergolong orang yang hidup sederhana, dan ia sangat dekat sekali dengan para ulama’ saat itu. Ia sangat mengharap putranya menjadi ulama’ yang selalu mengabdikan dirinya pada umat. Dalam keluarganya, Al-Ghazali mendapat didikan langsung dari orang tuanya.
Setelah ayahnya meninggal dunia, ia dititipkan bersama saudaranya, Ahmad Al-Ghazali, pada salah satu teman ayahnya, seorang sufi yang juga hidup sederhana di kota Thus. Keluarga ini menjadi rumah kedua setelah ia meninggalkan rumahnya. Di rumah ini Al-Ghazali menetap hingga berumur lima belas tahun (450-465 H). Setelah sekian lama seorang sufi itu mendidik Al-Ghazali, ia merasa tidak mampu membiayai kehidupan rumah tangganya lagi. Ia menganjurkan Al-Ghazali untuk melanjutkan pendidikannya di sekolah. Dari sana Al-Ghazali belajar fiqh kepada Ahmad Al-Radzkani di Thus pada tahun 465-470 H. Pada tahun 473 H ia pergi ke Naisabur untuk menimba ilmu kepada Al-Juwaini di Madrsah Al-Nizhamiyah. Dari Al-Juwaini ia memperoleh ilmu Kalam, filsafat dan Mantiq. Kecerdasan Al-Ghazali membuat iri teman-temannya, bahkan gurunya, Al-Juwaini. Saat itu, terlihat kecerdasan Al-Ghazali setelah belajar kepada Al-Juwaini.   Setelah ia belajar beberapa ilmu yang berbeda—terutama ilmu filsafat dan mantiq yang diperoleh dari al-Juwaini—ia terlihat sangat rasional dan tertarik untuk mendalaminya.
Setelah al-Juwaini wafat (478 H), ia meninggalkan kota Naisabur dan menuju Wazir Nizam Al-Mulk di Mu’askar.  Disana ia disambut hormat oleh wazir. Ia tinggal  bersama istri dan tiga anaknya selama enam tahun (478-484 H).  Ada tiga kegiatan pokok yang dijalani Al-Ghazali saat tinggal bersama wazir. Pertama, diskusi ilmiah. Kedua, berpikir dan berkontemplasi dengan pikiran skeptik. Ketiga, mengkaji dan mengarang kitab tentang ilmu kalam.  Karena ia tidak puas dengan ilmu kalam, ia mendalami filsafat untuk mencari ilmu yakini. Saat itu Al-Ghazali menjadi rektor Nizamiyah di Baghdad.
Setelah memperhatikan pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki, ia merasa pengetahuan itu tidak sampai pada tinggkat kebenaran dan keyakinan. Dalam kebenaran inderawi, ia sangat menyangsikan. Terbukti ketika melihat ke langit, seolah tidak ada benda langit apapun. Padahal dengan akal, di langit ada benda-benda yang dengan indera tidak bisa dilihat.   dengan akalpun ia juga tidak bisa mencari ilmu yakini. Karena dengan akal, menurutnya, masih banyak hal-hal yang diperdebatkan. Menurutnya, hakikat tuhan tidak bisa diukur dengan logika dan metafisika. Al-Ghazali menilai, Pada ilmu kalam, ia menilai kemandulan metodologinya. Ilmu kalam,menurutnya tidak bisa mencari ilmu hakikat. Tidak cukup hanya dengan akal semata seseorang akan menemukan hakikat. Pada akhirnya, Al-Ghazali mengalihkan perhatian kepada ilmu tasawuf untuk menemukan ilmu yakini.
Kecenderungan Al-Ghazali kepada ilmu tasawuf memberikan dua pilihan bagi dirinya. Pertama, jika ia memasuki alam tasawuf ia harus meninggalkan kedudukan dan fasilitas hidupnya. Kedua, ia tidak memasuki alam tasawuf dangan konsekuensi ia tetap dalam keadaan bingung.  Dalam bebarapa literatur mengenai dirinya, diceritakan bahwa Al-Ghazali sakit parah selama enam bulan hingga ia tidak bisa berbicara. Ia berhenti mengajar, bahkan ia berhenti makan dan minum. Para dokter sudah angkat tangan menolongnya, karena yang ia alami adalah penyakit psikologis. Dengan beberapa pilihan, ia memutuskan keluar dari istana dan menggantikan jabatannya kepada saudaranya, Ahmad. Seluruh kekayaannya ia nafkahkan. Ia melepaskan segala kehidupannya dengan alasan akan menjalani suluk yang diajarkan dalam tasawuf selama sebelas tahun sejak 488 H. sampai 499 H.   
Setelah keluar dari Baghdad, ia menuju Syam dan menetap disana selama dua tahun. Kegiatan sehari-harinya tidak ada lain kecuali uzlah, khalwat, riyadah, mujahadah, membersihkan hati, mendidik akhlaq dan berdzikir kepada Allah.   lalu ia menuju ke Makkah untuk haji, ke Palestina, Hijaz dan kembali lagi ke tanah air. Totalitas dari perjalanan suluk Al-Ghazali adalah sebelas tahun lamanya. 
Dalam pengakuannya, dalam tasawuf ia mendapatkan langsung tentang hakikat. Sufilah yang paling dekat dengan Allah. Dan hati merekalah yang paling bersih.  Ketika ia menguji tasawuf, ia tidak mempersoalkan validitas kebenaran yang ia peroleh. Karena ia meyakini ada intuisi yang lebih tinggi dari akal. Ketika ia mengalami kesangsian atas kebenaran indera dan akal, jawaban tersebut hanya kembali kepada Allah dengan jalan sufinya.
Dalam perjalanan sufinya ini Al-Ghazali banyak menyusun beberapa kitab. Seperti Ar-Risalah Al-Qudsiyah, Ihya’ Ulumiddin, Kimiya’ As-Sa’adah, Al-Maqsad Al-Asba Fi Ma’ani Asma’ Allah Al-Husna, Al-Madnunu Bihi ‘Ala Ghairi Ahlihi, dan sebagainya.
Setelah tuntas menjalani fase uzlah, Al-Ghazali kembali ke Naisabur kedua kalinya. Merasa kondisi disana tidak kondusif, ia pulang ke kampung halamannya dan mendirikan madrasah dan hanaqoh untuk kaum sufi. Dalam fase ini, ia juga banyak mengarang kitab dalam berbagai bidang keilmuan, baik dalam politik, logika, tasawuf, filasafat, ushul fiqh dan lainnya.  Hingga ia wafat pada pada 18 desember 1111 M di kampung halamannya sendiri.

Manusia Menurut Al-Ghazali

a.    Jiwa Dalam Pandangan Al-Ghazali
Dalam sebuah pemikiran, seseorang tidak akan lepas dari wacana yang berkembang sebelumnya. Begitu juga dengan Al-Ghazali. Walaupun ia menentang para filosof, ia juga banyak mengambil pandangan-pandangan dari filosof sebelumnya. Hal ini terlihat dalam pembahasan mengenai manusia. Ia membagi jiwa manusia tidak berbeda dengan pembagian yang ada pada Ibnu Sina. Ia membagi jiwa ke dalam tiga bagian; Pertama, jiwa vegetatif (Al-Nafs An-Nabatiyah). Kedua, jiwa sensitif (Al-Nafs Al-Hayawaniyah). Ketiga, jiwa manusia (Al-Nafs Al-Insaniyyah).    Hal ini tidak berbeda dengan pembagian jiwa menurut ibnu Sina yang berpangkal pada Aristoteles.
Selain Ibnu Sina dan para filosof Islam sebelum Al-Ghazali, ia juga dipengaruhi dalam Tasawuf oleh Abu Thalib Al-Makki, Al-Junaid Al-Bagdadi, Al-Syibli, Abu Yazid Al-Bustami, Dan Al-Muhasibi.  Pandangan tasawuf yang paling nampak dari Al-Ghazali adalah penempatan dzauq (intuisi) di atas akal yang diikuti oleh sikap Al-Faqr (kemiskinan), al-ju’ (lapar), al-khumul (lemah, lesu) dan Tawakkal (pasrah diri).
Untuk memperbaiki jiwa, Al-Ghazali menganjurkan untuk ber-muhasabah al-nafs (koreksi diri) dan mencari kesalahan dirinya sebelum tidur malam (taubikh al-nafs). Meskipun koreksi diri dan mencari kejelekan diri telah diteorisasikan oleh Al-Ghazali, namun konsep tersebut terlihat sama dengan konsep pythagorenisme dan hermetisme.  menurut Ibnu Arabi (w 638 H) yang dikutip oleh Ibnu Taimiyah (w 728 H)” Abu Hamid masuk ke tengah-tengah filosof, kemudian ia berusaha keluar, tetapi tidak berhasil.”

b.    Hakikat Manusia Dalam Pandangan Al-Ghazali
Sebelum memahami hakikat manusia, perlu kiranya mendefinisikan manusia sebagai objek dalam pembahasan ini. Manusia dalam ilmu mantiq disebut dengan “hayawanun natiq (hewan yang memiliki akal)”. Yang membedakan manusia dengan hewan lain adalah akal yang dimilikinya. Dengan akal, ia akan sampai kepada kebenaran. Manusia akan menggunakan akalnya semasa hidupnya.  Walaupun dengan akalnya manusia terkadang melakukan kesalahan.
Pemikiran Al-Ghazali tentang manusia tidak terlepas pula dengan pemikiran-pemikiran filosof klasik. Menurutnya, manusia memiliki identitas esensial dalam dirinya yang tidak akan berubah-ubah, yaitu An-Nafs (jiwa). An-nafs dalam pandangan Al-Ghazali adalah substansi manusia yang berdiri sendiri dan tidak membutuhkan tempat.   ini menunjukkan bahwa esensi manusia bukanlah dilihat dari fisiknya. Sebab fisik tidak akan bisa berdiri sendiri tanpa An-Nafs.
Dengan demikian, Al-Ghazali membuktikan adanya substansi immaterial yang disebut dengan an-nafs. Persoalan tentang ganjaran, hari akhir, dan konsep kenabian tidak ada artinya jika An-Nafs tidak ada. Sebab, hanya an-nafs-lah yang membedakan manusia dengan manusia lainnya, dan yang mempertanggung jawabkan amal perbuatannya didunia kelak di akhirat adalah an-nafs. Bukan fisik. Bukti lain yang ia lontarkan adalah tentang perbedaan makhluk hidup dangan manusia. Tumbuhan hanya bisa bergerak monoton. Ini merupakan prinsip dasar tumbuhan (An-Nafs Al-Nabatiyah). Juga terdapat pada hewan. Hewan memiliki prinsip lebih tinggi dari tumbuhan. Selain memiliki prinsip gerak, hewan juga memiliki prinsip rasa (syu’ur). Prinsip ini disebut dengan prisip Al-Nafs Al-Hayawaniyah. Begitupun dengan manusia, selain memiliki prinsip gerak dan rasa, manusia juga memiliki prinsip berfikir dan memiliki kehendak dalam memilih perbuatan. Prinsip ini yang dinamakan dengan Al-Nafs Al-Insaniyah.   Ketika seseorang dalam keadaan hampa aktifitas dan menghentikan segala aktifitasnya, ada satu yang tidak akan pernah berhenti, yaitu kesadaran diri. Kesadaran diri ini merupakan prinsip dasar manusia.
***

Struktur Manusia
Dalam diri manusia, Al-Ghazali membagi tiga bagian. Pertama, An-Nafs sebagai substansi manusia tidak bertempat dan berdiri sendiri. Kedua, Ar-Ruh sebagai panas alami (Al-Hararah Al-Ghariziyyah) yang mengalir pada pembulu-pembulu nadi, otot-otot dan syaraf. Sedangkan—Kedua—Al-Jism adalah bagian tubuh yang tersusun dari materi.   namun, dalam pandangan Al-Ghazali, Al-Nafs tetap menjadi esensi manusia, bukan Al-Ruh. Karena Al-Ruh juga ada pada selain manusia. Al-ruh menyatu dengan Al-Jism, seakan ia mengalir dalam aliran-aliran darah pada Jism. Oleh karena itu Al-Jism tanpa Al-Ruh dan Al-Nafs adalah benda mati.
    Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab yang lalu, bahwa dalam diri manusia terdapat jiwa An-Nabatiyah, jiwa An-Hayawaniyah dan jiwa Al-Insaniyyah. Dalam jiwa An-Nabatiyah yang ada dalam diri manusia memiliki tiga daya. Pertama, memiliki daya nutrisi (Al-Ghadiyah). Kedua, daya tumbuh (Munmiyat). Dan Ketiga, jiwa reproduksi (Al-Mutawallidah). Dengan jiwa ini, badan manusia berpotensi makan, tumbuh, dan berkembang.
Dalam jiwa sensitif (An-Nafs Al-Hayawaniyah) terdapat daya pesepsi (An-Nafs Al-Mudrikah), dan daya persepsi terdiri atas daya pendorong (Al-Ba’itsah) dan daya berbuat (Al-Fa’il). Dalam hal ini Al-Ghazali menyebut yang pertama adalah Irodah dan yang kedua qudrah.  Tentunya dalam daya iradah tidak secara spontanitas seseorang akan mengerjakan sesuatu. Namun disana ada informasi yang ingin ia capai.
Daya persepsi terdiri atas daya tangkap dari luar (Mudrikat Min Dhahir), dan daya tangkap dari dalam (Mudrikat Min dhakhil). Daya persepsi dari luar dengan menggunakan daya tangkap panca indera. Masing-masing panca indera menangkap informasi-informasi. Informasi yang ditangkap oleh panca indera kemudian diolah oleh daya tangkap dari dalam, dan sewaktu-waktu akan direproduksi jika dibutuhkan.
Daya tangkap dari dalam memiliki lima bagian dalam pengelolahannya. Pertama, Al-Hiss Al-Musytarak. Kedua, Al-Khayaliyah.  Ketiga, Al-Wahmiyah. Keempat. Al-dzakirah. Kelima, Al-Mutakhoyyilah. Al-Hiss Al-Musytarak berfungsi menerima gambar-gambar dari objek yang ditangkap panca indera, dan Al-Khoyaliyah menyimpan gambar yang dicerna oleh Al-Hiss Al-Mustadrak. Langkah selanjutnya yang dicerna adalah makna dari yang dipandang. Hal ini yang dinamakan oleh daya Al-Wahmiyah. Makna yang ditangkap oleh Al-Wahmiyah kemudian disimpan oleh Ad-Dzakirah. Daya tertinggi adalah Al-Mutakhalliyah atau Al-Mufakkirah. Daya ini memisah dan menghubungkan gambar atau benda yang dilihat.
Daya-daya di atas masih belum merupakan daya yang dimiliki oleh manusia. Pada tahap ini manusia dianggap sama dengan hewan.  Yang membedakan adalah keterbukaan jiwa Al-Mutakhoyyilah kepada jiwa rasional yang dimiliki oleh manusia. Sehingga jiwa al-mutakhoyyilah pada manusia menjadi jiwa Al-Mufakkiroh. Ada  hubungan erat antara jiwa manusia dengan jiwa Al-Mufakkirah. Sedangakan jiwa al-mutakhaiyyilah yang ada pada hewan adalah tertutup. Akibatnya, aktifitas hewan monoton.
Jiwa rasional memiliki dua daya. Al-‘amilat (Praktis) dan Al-‘Alimat (teoritis). Yang pertama berfungsi menggerakkan tubuh melalui daya-daya jiwa sensitif sesuai dengan tuntutan pengetahuan yang dicapai oleh teoritis. Jiwa teoritis menyampaikan gagasan-gagasan teori kepada akal praktis.   akal teoriris memiliki empat kemampuan. Pertama, al-hayulani (Akal Material). Kedua, al-‘aql bil malakat (Habitual Intellect). Ketiga, al-‘aql bi al-af’al (Akal Aktual). Keempat, Al-Aql Al Mustafad (akal perolehan). Akal Al-Hayulani tingkat akal yang paling rendah dan masih bersifat potensi belaka. Seperti akal pada anak kecil, walau memiliki potensi namun tidak dapat berkembang. Jika akal tersebut mulai berkebang dan menemukan titik kebenaran maka akal tersebut dinamakan dengan ‘Aql Bi Al-Malakat. Ketika akal lebih berkembang lagi dengan metode silogisme atau kerja akal lebih rasional lagi maka akal ini dinamakan dengan ‘Aql Bi Al-‘Af’al.
Tingkat akal yang lebih tinggi disebut Al-‘Aql Al-Mustafad. Yang dimaksud dengan akal mustafad adalah tingkat kemampuan intelek yang didalamnya selalu hadir pengetahuan-pengetahuan intelektual. Akal ini diperoleh dengan tanpa usaha seperti akal-akal sebelumnya. Akal sebelumnya bersidat aktif menciptakan pengetahuan, namun akal mustafad adalah akal pasif, tatapi pengetahuan-pengetahuan itu selalu hadir denga tanpa berfikir seperti akal-akal sebelumnya. Akal ini hanya dimiliki oleh beberapa orang khusus saja.   

Pengetahuan dalam pandangan Al-Ghazali.
Dalam pandangan Al-Ghazali, pengetahuan (baca: Abstraksi) didapat dengan empat tahapan. Pertama, dengan panca indera (Al-Hissiyah). Panca indera merupakan instrument yang paling rendah untuk mengabstraksikan sesuatu. Kedua, imajinasi (Al-Khayal). Pada tahap imajinasi ini dapat menangkap gambar dari objek tertentu dengan tanpa melihat. Tetapi tangkapannya masih meliputi aksiden-aksiden dan atribut-atribut. Ketiga, Praduga (Al-Wahm). Yang ditangkap oleh Al-Wahm adalah makna abstrak dari objek tertentu. Keempat, Al-Tajrid Al-Kamal (abstraksi yang sempurna). Dengan kata lain, pada tahap keempat ini juga bisa disebut dengan akal. Pada tahap ini, akal sudah melepaskan dari materi dan atribut-atribut dari suatu benda.    
Untuk mendapatkan gambaran atau abstraksi dari objek tertentu, akal membutuhkan tashawwur untuk membuktikannya. Pengetahuan yang dihasilkan oleh akal dengan proses tasawwur juga belum terssusun secara konseptual. Ia membutukan argumentasi (hujjah) untuk meyakinkan (Tasdiq) subjek. Hujjah dapat berbentuk silogisme (Al-Qiyas), analogi (Al-Tamtsil), dan induksi (Istiqra’).  Yang dimaksud dengan silogisme adalah proses penyimpulan dari yang umum kepada yang khusus, sedangkan istiqro’ adalah proses penyimpulan dari yang khusus kepada yang umum. Dan yang dimaksud dengan analogi adalah mencari persamaan sesuatu yang ingin diketahui dengan sesuatu yang sudah diketahui. 
Namun, dengan proses tersebut, akal tidak luput dari kesalahan. Namun kesalahan yang terdapat pada akal bukan murni dari akal, melainkan dari sesuatu yang ada diluar dari akal. Sesuatu tersebut adalah (pertama) indera (Al-Hissi) dan (kedua) praduga (Al-Wahm). Kesalahan pada Al-Hissi adalah terdapat pada keterbatasan indera dalam mencerna. Misalnya, bintang di langit akan terlihat (baca: terindra) kecil, padahal sebenarnya bintang itu lebih besar dari pada bumi. Dan pada Al-Wahm adalah keterbatasanya dalam menangkap makna baik di luar atau di dalam dirinya. 
Akal dalam pandangan Al-Ghazali dapat dimasuki dengan kebenaran dan kesalahan. Oleh karenanya, syara’ atau syariat sebagai tolak ukur apakah hal itu benar atau salah. Keberadaan akal dalam syara’ begitu penting. Sebab syara’ tidak dapat difahami tanpa akal. Dari sini, antara syara’ dan akal harus dapat berkerja sama. Benar adanya jika akal dapat mengetahui ha-hal yang baik, dan syara’ begitu juga. Namun perbedaan antara keduanya adalah akal hanya mengetahui kebenaran yang bersifat universal, sedangkan syara’ dapat mengetahui yang universal dan yang terperinci. Contoh kongkritnya adalah, akal tidak akan pernah mengetahui bagaimana menjadi indivudu yang sempurna, semisal puasa, shalat, dan zakat untuk mendekatkan diri kepada tuhan tanpa adanya syara’. Syara’ memberikan informasi kewahyuan, dan kebenaran dalam alquran yang bersifat universal.
Selebihnya, ada empat keterkaitan akal dengan syara’. Pertama, syara’ sebagai taqrir (pengakuan). Apa yang diketahui oleh akal terdapat dalam syara’. Syara’ dalam hal ini adalah sebagai taqrir bagi akal. Kedua. Syara’ sebagai tanbih (penyadaran). Apabila akal lalai atau melangkah dalam kesesatan, syara’ akan menegur keberadaan akal sehingga akal menjadi sadar. Ketiga, syara’ sebagai tadzkir (pengingat). Ini terjadi Ketika akal kehilangan ingatan, syara’ yang akan mengingatkannya. Keempat, syara’ sebagai ta’lim (pelajaran). Terkadang, akal sama sekali tidak mengetahui terhadap kebenaran, syara’lah yang akan menjadi pelajaran bagi akal.  Dengan kaitan akal dengan syara’, dapat disimpulkan bahwa akal tidak bisa menangkap kewajiban-kewajiban seorang hamba terhadap tuhannya tanpa syara’. Karena syara’lah yang membawa kewajiban-kewajiba tersebut. 
Menurut Al-Ghazali, untuk mengetahui hakikat sesuatu, tidak cukup dengan perolehan pengetahuan seperti yang telah dijelaskan di atas. Al-Ghazali menjelaskan, untuk mengetahui hakikat sesuatu harus diproleh melalui Dzauq. Dzauq berhubungan dengan ilham dan Mukasyafah. Dengan dzauq, ilham, dan mukasyafah, manusia tidak lagi butuh berfikir. Akan tetapi ia akan merasakan kehadiran hakikat sesuatu. Untuk mendapat pengetahuan semacam ini, manusia harus dapat membersihkan dirinya dari hawa nafsu yang menjadi penghalang untuk sampai pada tingkatan ini. Dengan ibadah dan hidup zuhud, manusia—tentunya harus berusaha (mujahadah)—akan sampai pada tingkatan ini. Di samping itu, manusia harus membersihkan dirinya dari selain tuhan dan mengisinya dengan mengingat tuhan.  
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa, akal tidak akan dapat mengetahui hakikat sesuatu.  

Manusia Paripurna
Di dalam diri manusia ada dua potensi, pertama potensi untuk menjadi jiwa yang sempurna sehingga ia dapat dekat dengan tuhan. Dan kedua adalah potensi untuk menjadi jiwa yang buruk yang mengikuti jiwa-jiwa kebinatangannya sehingga ia tidak jauh dengan sifat-sifat kebinatangan.
Manurut Al-Ghazali, untuk mencapai tujuan hidup yang sempurna, ada empat keutamaan yang ada dalam diri manusia. Keutamaan yang dimaksud Al-Ghazali adalah berfungsinya daya-daya yang dimiliki manusia. Keutamaan akan menuntut adanya keserasian tertentu dalam hubungan fungsional daya-daya yang dimiliki manusia.  Ada empat keutamaan yang dimiliki oleh manusia. Pertama, keutamaan jiwa (Al-Nafs). Keutamaan ini dibagi menjadi empat. Pertama, Al-Hikmah sebagai keutamaan akal. Kedua, al-syaja’ah sebagai keutamaan daya ghadhab. Ketiga, Al-Iffah sebagai keutamaan daya Al-Syahwah. Keempat, Al-‘Adalah. Al-ghadhab dan Al-Syahwah sebagai dua kecenderungan yang ada di dalam daya pendorong dan kehendak. Dalam diri manusia, akan timbul kecenderungan untuk berbuat dan bertindak yang di dasari oleh salah satu pendorong, Al-Ghadhab dan Al-Syahwah. Jika pendorongnya adalah Al-Ghadhab maka dalam diri manusia akan timbul sifat keberanian tanpa batas untuk melakukan sesuatu yang merugikannya. Jika syahwah yang didahulukan oleh manusia, maka akan timbul dalam diri manusia keserakahan seperti binatang.   Oleh karenanya, manusia sebagai makhluk yang bermoral dan memiliki akal dapat menangkap hikmah dalam dirinya.
 Al-hikmah dibagi dalam dua bagian. Pertama, Al-Hikmah Al-Nadzariyyah (kebijaksanaan teoritis) yang ditangka oleh akal teoritis. Yang dimaksud dengan kibijaksanaan teoritis adalah pengetahuan yang tetap dan bersifat universal seperti pengetahuan tentang ketuhanan, sifat-sifatnya, dan adanya balasan pada hari akhir. Dengan  pengetahuan ini, kecenderungan al-ghadhab dan al-syahwah dapat terkendali. Kedua, Al-Hikmah Al-Khuluqiyyah. Manusia tidak lepas dari sifat keburukan seperti menipu, berlebih-lebihan, kebodohan, dan kekurangan. Dari sifat buruk ini, al-hikmah al-khuluqiyah menjadi daya penyeimbang untuk mengendalikan hal itu. 
Al-syaja’ah adalah menjadi daya keseimbangan bagi dua keburukan ghadhab. Yaitu al-tahawwur (keberanian tanpa batas) dan al-jubn (kebekuan). Demikian juga Al-Iffat, ia merupakan keseimbangan bagi al-syarah (keserakahan) dan al-khomud (kebodohan).  Dengan hikmah-hikmah ini, Al-Ghazali menunjukkan akal sebagai tolak ukur sebagai penyeimbang. Oleh karenanya, manusia selain memiliki jiwa-jiwa keburukan, namun manusia dapat menyeimbangkan dan mengarahkan kepada hal-hal yang positif.  
Kedua, keutamaan-keutamaan badan (Al-Jism). Keutamaan jism terletak pada kesehatan badan, kekuatan badan, dan umur panjang. Dua keutamaan ini—keutamaan Al-Nafs dan Al-Jism—berpusat dalam diri manusia.
Ketiga, keutamaan yang ada di luar dirinya. Keutamaan ini seperti harta, istri cantik, dan anak sholeh.
Keempat, keutamaan Tawfiq. Menurut Al-Ghazali, tawfiq adalah kesesuaian kehendak manusia dengan qoda’ dan qodar tuhan. Dengan kata lain, Al-Tawfiq adalah pemberian tuhan kepada manusia yang bersifat arahan atau kecenderungan mengerjakan hal yang baik. Keutamaan-keutamaan tawfiq terdiri atas Al-Hidayah, Al-Ruysd, Al-Tasdid, dan Al-Ta’yid. Al-hidayah adalah prinsip kebaikan dari segi pengetahuan.  Dalam Al-Hidayah, Al-Ghazali membagi atas tiga macam. Yang pertama, pengetahuan yang didapat melalui akal atau dari rosul. Kedua, pengetahuan yang diberi oleh tuhan dalam kondisi tertentu sebagai akibat peningkatan ilmu dan amal baiknya. Yang ketiga, pengetahuan yang diperoleh dari nur pada tingkatan Al-Wilayah dan Al-Nubuwah.
Al-Rusyd adalah motivasi yang meransang seseprang untuk mencapai sebuah tujuan sehingga seseorang terdorang akan mebgerjakan hal yang baik. Al-ruyd memperkuat yang telah dilakukan oleh Al-Hidayah. Sedang Al-Ta’yid memperkuat apa yang diketahui oleh Al-Hidayah. Dan Al-Tasdid adalah bantuan sebagai penolong untuk bergerak dan bertidak. 
Dengan usaha-usaha di atas, manusia akan bisa menjadi pribadi yang sempurna dan mendapat kebahagiaan dunia akhirat.







































Daftar Rujukan

Al-Taftazani, Abu Wafa’. 1976. Madkhal Ila Al-Tasawuf Al-islami. Mesir: Dar As-Saqofah.
Yasir nasution, Muhammad. 1788. Manusia Menurut Al-Ghazali. Jakarta: rajawali pers
Anwar, saeful. 2007. Filsafat Ilmu Al-Ghazali, dimensi  Ontologi dan Aksiologi. Bandung: Pustaka Setia.
Nur al-Ibrahimi, muhammad. Tanpa tahun. Ilmu Al-Mantiq. Surabaya:  Maktabah Saad Bin Nasir Nabhan.
Madkour, ibrohim. 1993. Filsafat islam, metode dan penerapan. Jakarta: PT. Raja grafindo persada.

PUSAKA ISLAM DAN KEHIDUPAN MODERN

A.    PENDAHULUAN
    Sejak zama Rasul Allah Muhammad saw. kebudayaan Islam berkembang secara terus menerus, sejalan dengan perkembangan pemikiran dan meluasnya kekuasaan politik serta menyebarnya daerah penganut Islam. Pada masa keemasannya, Islam telah menjadi sebuah kekuatan yang mampu memberikan warna kepada dunia. Beberapa hasil pemikiran Islam telah dianggap sebagai pusaka  yang dijadikan sebagai landasan dalam kehidupan, mulai dari masa lalu hingga pada kehidupan modern pada saat ini.
    Pada masa itu terbentuk bermacam-macam struktur ide dan lembaga-lembaga dalam lapangan politik, lapangan ibadat, lapangan hukum, lapangan ekonomi, lapangan sosial dan bermacam-macam kebudayaan yang lain. Kebudayaan-kebudayaan yang baru berkembang tersebut senantiasa dengan bersumber kepada al-Qur’an dan contoh-contoh perbuatan dan fikiran Nabi Muhammad saw., dilanjutkan oleh para khalifah rasyidun dan khalifah raja-raja.
Sebuah penilaian kritis terhadap sejarah adalah salah satu tantangan yang dihadapi oleh Muslim dan Barat. Di satu sisi, pemikiran Islam dan warisan budayanya sebagian besar tidak diakui oleh Barat. Pada hakekatnya ini adalah akibat dari ide bahwa apa yang berkaitan dengan Islam tak dapat dielakkan, asing dan bertentangan dengan Barat, yang pada gilirannya dunia Islam disangkal posisinya dalam sejarah. Namun sesungguhnya Islam telah benar-benar meletakkan beberapa pondasi dalam dimensi kehidupan yang terus dikembangkan hingga saat ini. Sayid Qutb secara bulat meyakini superioritas sistem Islam dibanding sistem yang lain, karena kemampuannya membimbing manusia mencapai kesejahteraan, kedamaian dan keadilan, sehingga Islam itu baik bagi seluruh umat manusia, segala tempat dan waktu.
Suatu hal yang patut kita pertanyakan dalam hal ini adalah, apakah warisan-warisan Islam tersebut senantiasa harus kita ikuti tanpa adanya penyesuaian dengan kondisi yang ada pada saat ini, sementara pola kebudayaan pada masa lalu tidak mungkin sama dengan kondisi saat ini yang senantiasa berkembang mengikuti perkembangan zaman. Pada makalah ini akan coba diungkapkan beberapa pemikiran Islam pada masa lampau dan relevansinya dengan kehidupan modern saat ini, apakah hal tersebut memang patut untuk dipertahankan, atau harus ditinggalkan karena memang tidak sesuai dengan kondisi modern pada saat ini.

B.    Relevansi Pusaka Islam dan Kehidupan Modern
    Fakta sejarah telah yang tidak dapat dielakkan, menjelaskan bahwa Islam telah tumbuh sebagai pembentuk proses peradaban sekaligus sebagai kekuatan pengontrol mulai dari tingkat kerohanian sampai pada tingkat perpolitikan. Dalam perjalanan sejarah ini, Islam memperoleh kekayaan dan kedalaman pengalaman dimana melalui jalan inilah  Islam berkembang sebagai satu fenomena kesejarahan. Satu hal yang menjadi dasar kejayaan Islam adalah adanya keberanian dan kedinamisan untuk menyerbu keluar dari keterbelakangan kebudayaan serta mengambil dari kebudayaan masa lampau untuk kemudian dijadikan sebagai bagian dari dirinya sendiri.
Dengan adanya pemahaman bahwa gerakan modernisasi adalah merupakan suatu upaya kepada al-Qur’an, sunah Nabi dan ajaran-ajaran salaf,  maka jika pendapat ini diartikan sebagai suatu keinginan untuk membagun kembali masa depan Islam berdasarkan masa silam Islam, maka permasalahan yang dapat diangkat adalah bagaimana masa silam itu membimbingnya dan elemen-elemen sejarahnya yang mana yang dapat diubah, diutamakan dan diringkaskan. Berikut beberapa permaslahan yang akan coba diungkap berkaitan dengan permasalahan ini.
1)    Dogma politik
Terlepas dari keterkaitan apakah termasuk ajaran politik yang benar atau tidak, sebagian besar ajaran ajaran yang digagaskan Islam adalah merupakan asal-usul dalam perpolitikan. Dalam penentuan kepala pemerintahan misalnya, Islam telah memberikan ajaran untuk berdemokrasi. Diantara bukti yang tidak dapat disangkal kebenarannya adalah pada saat proses penetapan Abu Bakar sebagai khalifah pertama sebagai pengganti Rasulullah saw. Penetapan Abu Bakar adalah merupakan kesepakatan yang didukung oleh seluruh anggota masyarakat pada masa itu.  Seorang kepala pemerintahan dalam Islam harus benar-benar berwibawa dan mampu menempatkan dirinya sebagai pelaksana aspirasi rakyatnya. Pemerintahan harus lebih mencerminkan jiwa pengabdian yang murni dan bukannya keinginan untuk berkuasa.
Fazlur Rahman dalam Islam mengutip sebuah hadis berkenaan dengan masalah kepatuhan kepada otoritas pememipin, “Engkau harus shalat (walaupun) di belakang seorang pelaku dosa.”  Secara singkat hadis ini memberikan makna bahwa siapapun harus tunduk pada otoritas seorang pemimpin meskipun terhadap orang yang jahat. Dengan kata lain, jika seorang pemimpin telah dipilih oleh masyarakat, maka merupakan suatu kewajiban untuk patuh kepadanya. Pemahaman ini sesungguhnya merupakan sesuatu yang sanagat menbguntungkan pihak-pihak menguasa di satu sisi, dan sangat merugikan masyarakat pada pihak yang lain, karena dengan hal ini kalangan pemerintah berarti kelompok yang akan dibenarkan  segala tindakannya, baik tindakan yang benar maupun salah.
Al-Qur’an sebagai petunjuk dalam berbagai bidang kephidupan, tidak serta merta memberikan kemutlakan memimpin kepada penguasa. Sebagai alternatifnya antara lain dengan adanya konsep syura sebagai lembaga pengontrol. Konsep syura ini adalah merupakan implementasi dari ayat “…dan rusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka…”  Amruhum yang diartikan dengan urusan-urusan mereka dimaksudkan sebagai urusan umat secara keseluruhan yang harus diputuskan secara bersama-sama (dialogis).
Syura sebagai sebuah lembaga dalam jajaran lembaga tinggi negara, dapat berupa dewan legislatif yang bertugas mengontrol jalannya pemerintahan. Dewan ini bertugas memberikan kontrol pelaksanaan pemerintahan, syura pada prinsipnya adalah merupakan perpanjangan tangan dari kedaulatan rakyat secara keseluruhan pada sebuah negara. Sehingga seorang penguasa tidak bisa menjalankan roda pemerintahan secara membabi buta, tidak sesuai dengan norma-norma yang telah ditetapkan.
Konsep-konsep yang ditawarkan dalam bidang politik ini setidaknya merupakan pondasi awal demokrasi yang senantiasa berkembang hingga saat ini, meskipun konsep awal yang ditawarkan Islam ini dalam catatan sejarah tidak sepenuhnya berjalan mulus. Arkoun menambahkan bentuk pemerintahan demokrsai sesungguhnya haruslah disesuaikan dengan kondisi yang ada, karena menurutnya ketika Rasulullah memerintah,wewenang didasarkan pada  ketegasan makna yang diambil dari wacana al-Qur’an sedangkan kekuasaan politik tergambar dalam dunia nyata di Madinah.
Dengan demikian konsep kepatuhan secara mutlak kepada penguasa, yang merupakan suatu dogma yang bersumber dari warisan Islam, adalah sesuatu yang tidak relevan lagi dengan kondisi kehidupan modern masa kini. Lebih dari itu, seorang penguasa pada masa ini justru dapat dijatuhkan oleh kekuatan rakyat yang memiliki kedaulatan, seperti di Indonesia misalnya. Indonesia mengenal apa yang disebut dengan prinsip impeachment. Seorang penguasa jika melakukan sebuah pelanggaran harus mempertanggungjawabkannya kepada rakyat melalui perwakilannya di lembaga  rakyat (MPR/DPR). Sehingga merupakan suatu yang wajar jika penguasa melakukan pelanggaran tidak harus dipatuhi oleh rakyatnya, justru ia dapat digulingkan dari kekuasaannya, seperti apa yang pernah terjadi pada pemerintahan Abdurrahman Wahid dan Soeharto yang lalu.

2)    Prinsip-prinsip Moral
Al-Qur’an sebagai pedoman hidup bagi umat Islam, terkandung di dalamnya antara lain hal-hal yang berkenaan dengan permasalahan bagaimana manusia harus bertingkah laku, tingkah laku terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Landasan moral dalam pola bertingkah laku ini kesemuanya dianggap sebagai suatu penghambaan atau ibadah kepada Tuhan, atau dengan kata lain setiap manusia mestilah menjadi insan yang bertaqwa. Sehingga manusia yang bertaqwa dalam hal ini tidak hanya diukur dari kesalehan ritual dan disiplin pribadi yang dimilikinya, melainkan juga harus ditunjukkan melalui tingkah laku kepada sesama.
Makna ini dapat ditemui antara lain dalam peribadatan pokok dalam Islam seperti sholat dan zakat. Dalam ibadah sholat setelah manusia berkomunikasi dengan Tuhannya, diakhir kegiatan ditutup dengan mendo’akan keselematan kepada sesama. Begitu pula dalam pelaksanaan zakat yang merupakan penutup kegiatan puasa ramadhan, setelah sebulan lamanya umat Islam berkonsentrasi untuk beribadah kepada Allah, pada akhirnya harus melakukan kegiatan sosial dengan menafkahkan sebagian rizkinya kepada masyarakat sekitarnya.
Secara kodrati manusia tercipta sebagai mahluk soaial, sehingga suatu menjadi hal yang mustahil untuk hidup demi kebaikan sendiri. Setiap manusia harus mampu memanifestasikan ketaqwaan dalam dirinya melalui amal saleh kepada lingkungannya. Ia harus mampu menjaga hubungan baik tidak hanya kepada Tuhannya saja, melainkan juga kepada lingkungan sekitarnya (hablummnallah wa hablumminannas). Dengan demikian, tidak benar jika ada orang yang mengaku dirinya saleh tetapi membiarkan terjadinya keterpurukan sosial dalam lingkungan masyarakat sekitarnya, tidak benar jika ada orang yang mengaku dirinya saleh tetapi membiarkan tetangganya berada dalam kemiskinan. Kesalehan ini sesungguhnya merupakan konsep solidaritas yang harus senantiasa dikembangkan hingga kehidupan modern saat ini.
Namun pada era kehidupan modern saat ini, konsep kesalehan sosial (solidaritas), sepertinya menjadi sesuatu yang sangat mahal nilainya. Pada kehidupan modern ini justru yang lebih menonjol adalah perlombaan untuk menjaga gengsi dan prestise diri tanpa adanya kepedulian kepada lingkungan sosial, kalaupun ada hanya sesuatu yang bersifat pamer dan untuk menunjukkan siapa dirinya agar dikenal sebagai orang yang dermawan, hal ini dapat kita lihat manakala terjadi musibah di mana-mana.
Dalam bidang sosial, Islam juga datang dengan konsep persamaan hak antara setiap lapisan masyarakat. Islam menghapus adanya kelas dan perbedaan, sehingga setiap manusia memiliki hak yang sama dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk di dalamnya persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Satu hal yang tidak bisa dipungkiri adalah adanya hubungan yang sangat erat antara kedatangan Islam dengan ajaran tentang persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Islam tidak memandang adanya perbedaan antara umat manusia melalui perbedaan jenis kelamin.  Sejarah telah membuktikan, sebelum kedatangan Islam kaum wanita dipandang sebagai mahluk yang hina, tercela dan bahkan dianggap menyebabkan aib bagi keluarga. Islam datang sebagai gerakan revolusioner yang memberikan tempat dan kedudukan yang mulia bagi kaum wanita.
Pandangan baru tentang kedudukan wanita dalam Islam senantiasa berkembang hingga saat ini, pandangan ini dikenal dengan istilah gender.  Konsep kesetaraan gender yang telah ditanamkan oleh Islam sejak awal perktumbuhannya ini, senantiasa didengungkan perjuangannya hingga saat ini.
3)    Cita-cita Moral Ideal Kerohanian
Dalam dunia Islam dikenal adanya gerakan kerohaniahan yang dikenal dengan istilah sufisme. Sufisme yang pada awalnya merupakan suatu gerakan reaksi atas tingkah laku pemerintahan Bani Umayah yang lebih menonjolkan sekularisme, berlawanan dengan ketaatan dan kesederhanaan yang telah dicontohkan oleh para pemimpin pendahulunya.  Konsep tasawuf dalam al-Qur’an yang erat kaitannya dengan ajaran  tawakkal ini, menekankan kasalehan dalam suatu kerangka etika, lama-kelamaan berkembang menjadi menjadi lingkaran-lingkaran tertentu ke dalam sebuah doktrin ekstrim penolakan dunia, dengan landasan sebagai suatu penanaman iman yang besar ke dalam batin.
Seiring bergulirnya nafas medernisme dalam dunia Islam, konsep sufisme yang dianggap fokus pada dimensi batiniah saja, dan terkadang dieksploitasi oleh para pememimpin gerakan sufisme ini, diadakan usaha pemberantasan karena dianggap sebagai biang keladi terjadinya kerapuhan dalam masyarakat muslim.
Namun demikian, usaha ini sepertinya tidak memberikan hasil yang memuaskan, karena dari zaman ke zaman perkembangan ajaran sufistik senantiasa membelenggu pemikiran-pemikiran dan jiwa masyarakat yang lekas percaya, bahkan masyarakat yang berpendidikanpun tidak sedikit yang menjadi bagian dari sufisme ini.
4)    Masalah perekonomian
Kalau kehidupan di zaman modern ini menekankan masalah-masalah perekonomian, maka islam telah menetapkan suatu prinsip yang berasaskan jaminan sosial. Islamlah ajaran pertama yang telah menggariskan prinsip pemilikan massa dan mewajibkan hal itu kepada umatnya. Pemikiran dasar yang telah ditetapkan Islam adalah bahwa kemaslahatan umat itulah yang selamanya harus dijadikan sebagai tujuan dan tolak ukur, tanpa membahayakan atau menghilangkan hak-hak perorangan.  Pola pemikiran ini antara lain dapat ditemui dengan adanya syari’at zakat dalam Islam.
Sistem perekonomian yang telah digariskan oleh Islam ini pada perkembangan modern mungkin tidak berbeda dengan apa yang menjadi konsep ekonomi sosialis-komunis. Suatu hal yang mesti kita pahami adalah problematika dan dan sistem ekonomi itu selamanya berubah dan bersifat relatif, sehingga umat harus dilibatkan dalam proses mencapai kemaslahatan umum melalui usaha yang sungguh-sunggguh.

C.    PENUTUP
Islam yang dikatakan sebagai sesuatu yang membawa rahmat bagi sekalian alam, tentunya  tidak akan akan hanya menjadi sebuah slogan manakala mampu memberikan sesuatu yang bermanfaat, bagi masyarakat Islam itu sendiri maupun bagi masyarakat secara umum. Hal ini hanya akan dapat terealisasi manakala setiap penganutnya mampu memanifestasikan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya secara komprehensif.
Catatan sejarah telah membuktikan, bahwa Islam telah meletakkan beberapa pondasi sebagai prinsip dasar dalam kehidupan antara lain dalam bidang politik, sosial, ekonomi dan bidang kerohaniahan. Prinsip-prinsip dasar tersebut hingga saat ini dijadikan sebagai acuan dalam kerangka berfikir dalam pengembangan kehidupan masyarakat modern

DAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana,S. Takdir, “Sumbangan Islam Kepada Kebudayaan Dunia di Masa Lampau dan Akan Datang” dalam Sumbangan Islam Kepada Sains dan Peradaban Dunia, Bandung: Yayasan Nuansa Cendikia, 2001.

Ar-Rais, Dhiya’ ad-Din, Islam dan Khilafah, Bandung: Penerbit Pusaka,           cet. I, 1985.
Boulatta, Issa J., Dekonstruksi Tradisi, Yogyakarta: LKiS, 2001.

Putro, Suadi, Islam dan Modernitas, Jakarta: Paramadina, 1998.

Rahman, Fazlur, Islam, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1992.

____________, Cita-cita Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.

FILSAFAT ILMU DALAM WARISAN INTELEKTUAL MUSLIM

A. Pendahuluan
Sebagai sebuah agama yang diturunkan dengan fungsi sebagai rahmatan lil alamin, Islam diyakini para pemeluknya memuat jawaban-jawaban atas beberapa persoalan kehidupan manusia. Keyakinan tersebut diwujudkan oleh para intelektual dengan menawarkan ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan Al- Sunnah, sebagai solusi atas masalah-masalah yang dihadapi manusia.
Persentuhan Islam dengan filsafat Yunani menumbuhkan trend baru dalam pemikiran Islam. Pengagungan terhadap rasio berpengaruh terhadap tulisan-tulisan para intelektual muslim saat itu. Argumentasi-argumentasi yang dikemukakan untuk menguatkan pendapat mereka tidak saja menggunakan dalil-dalil naqli, namun juga menggunakan dalil-dalil aqli. Banyak diantara karya-karya para intelektual muslim tersebut yang menjadk karya monumental di bidangnya. Kitab Al Risalahnya Asy Syafi’i, dan Ihya Ulumuddin milik al Ghazali adalah contoh dari sekian banyak karya monumental yang dihasilkan oleh para intelektual muslim pada masa silam.
Tulisan ini berusaha untuk mencermati warisan intelektual tersebut, khususnya Ar Risalah dan Ihya Ulumuddin dari sudut pandang filsafat ilmu.

B.    Pembahasan
1.    Pengertian Filsafat Ilmu
Menurut Jujun S. Sumantri, filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat pengetahuan yang secara khusus mengkaji tentang hakekat illmu. Obyek kajian dari filsafat ilmu ini meliputi kajian ontologis, epistemologis dan aksiologis. Dalam kajian ontologis dibahas tentang hakekat tentang dari sebuah realitas sebagai sumber kebenaran (ilmu). Sedangkan dalam kajian epistemologis dibahas tentang apa yang dimaksud dengan kebenaran, apa kriterianya dan bagaimana cara mendapatkannya. Dan dalam kajian aksiologis dibahas tentang tujuan ilmu dan bagaimana kaitan ilmu dengan kaidah-kaidah moral.
Pembahsan tentang ontologi melibatkan dua aliran filsafat besar yaitu rasionalisme dan Empirisme. Rasionalisme berpendapat bahwa prinsip-prinisp tentang realitas itu sebenarnya sudah ada dalam pikiran manusia. Sedangkan empirisme berpendapat bahwa realitas adalah fakta-fakta empirik yang bisa diamati.
Perbedaan pandangan ontologis kedua aliran tersebut berakibat pada perbedaan pandangan epistemologis mereka. Menurut rasionalisme kriteria kebenaran adalah adanya koherensi atau konsistensi antara pengetahuan baru dengan pengetahuan yang terdahulu yang sudah dianggap benar. Sehingga metode yang digunakan untuk mencapai kebenaran adalah metode deduksi formil ala Aristoteles, yang menampilkan pola silogisme. Yaitu mengetengahkan premis mayor untuk menguji premis minor guna mengambil suatu kesimpulan. Sedangkan menurut empirisme kriteria kebenaran adanya korespondensi antara pengetahuan (ilmu) dengan fakta empirik. Adapun metode yang digunakan adalah metode induksi, yaitu menampilkan sejumlah fakta yang bersifat khusus untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum.
Sedangkan dalam kajian aksiologi muncul dua pendapat yang berbeda. Pendapat pertama memandang bahwa ilmu itu memuat nilai sedangkan pendapat kedua mengatakan bahwa ilmu itu bebas nilai.
Golongan pertama berpendapat bahwa segala aktivitas keilmuan harus berlandaskan pada asas-asas moral. Artinya dalam menggunakan ilmu tersebut harus selalu memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan pendapat kedua mengatakan bahwa ilmu itu harus terbebas dari segala nilai. Tugas ilmuwan hanyalah menemukan pengetahuan, sedangkan penggunaannya terserah orang lain, apakah untuk maksud-maksud baik atau untuk maksud-maksud jahat.
Dalam perkembangannya, lahirlah beberapa aliran dalam bidang filsafat seperti positivisme, rasionalisme modern relisme metaphiisik, dan phonmenologi. Masing-masing mempunyai landasan ontologik, epistemologik dan aksiologik yang berbeda.
Positivisme misalnya, menyatakan bahwa realitas dapat dipecah-pecah dan dieliminasikan dari obyak yang lain. Epistemologi aliran ini menganut teori kebenaran korespondensi, dengan pola pikir pencarian hubungan kausalitas diantara obyek-obyek kajiannya. Dari sisi aksiologinya, aliran ini mendukung pendapat bahwa ilmu itu bebas nilai.
Realisme metaphisik berpendapat bahwa realitas yang ditangkap oleh empiri manusia adalah keteraturan alam. Keteraturan alam ini merupakan kebenaran obyektif. Landasan epistemologi yang digunakan untuk sampai kepada kebenaran obyektif tersebut adalah dengan menggunakan metode deduktif probabilistik menjadi sebuah teori besar tentang keteraturan alam kemudian menguji teori tersebut dengan uji falsifikasi (dapat dibuktikan salah).  Pandangan ontologiknya tentang keteraturan alam memuat pola pandangan aksiologisnya.
Rasionalisme modern mengakui realitas tidak sebatas yang empirik sensual (dapat diindera), namun juga mengakui adanya realitas empirik logik (yang mampu ditangkap oleh ketajaman fikir manusia), realitas empirik etik (yang mampu ditangkap oleh akal budi).  Landasan epistemologi yang digunakan adalah dengan membangun sebuah hipotesa lewat cara berfikir deduktif dan kemudian mengujinya dengan bukti-bukti empirik.  Sedangkan secara aksiologik, rasionalisme tetap memperhatikan nilai-nilai moral yang berkaitan dengan keilmuannya. Ini dibuktikan dengan adanya realitas etik pada pandangan ontologiknya.
Aliran phenomenology mengakui adanya realitas empirik sensual, empirik etik dan empirik transendental (keyakinan adanya sesuatu di luar diri subyek, transenden).


2.    Filsafat Ilmu dalam al Risalah
Asumsi yang timbul ketika kita menelaah aspek ontologi dari warisan intelektual muslim adalah bahwa sumber kebenaran dan ilmu adalah Allah. Kebenaran tersebut terefleksikan ke dalam Al-Qur'an dan Al Hadits. Dalam menelaah landasan ontologik kitab al Risalah, penulis menggunakan asumsi yang sama. Hal ini dibuktikan oleh pendapat Asy Syafi’i tentang kedudukan Al-Qur'an dan Hadits sebagai sumber hukum. Beliau berkata:
“Barangsiapa  menemukan ilmu tentang beberapa hukum Allah di dalam kitab-Nya baik dengan cara nash ataupun mempergunakan dalil, dan alalh memberikan taufik untuknya dalam perkataan maupun perbuatan, maka sungguh dia adalah orang yang beruntung mendapatkan keutamaan dalam agama dan dunianya, dan hilanglah segala keraguan, di hatinya bersinar hikmah dan berhak menduduki posisi imam di dalam agamanya.

Disamping itu beliau juga berpendapat bahwa penermiaan manusia terhadap kebenaran (ilmu) itu berjenjang, tergantung pada tingkat keilmua mereka.  Adapun landasan epistemologik yang digunakan adalah metode berfikir deduktif dengan menjadikan nash-nash Al-Qur'an maupun Hadits sebagai premis mayor untuk menguji pemikiran-pemikiran tentang hukum yang ditempatkan sebagai premis minor. Hal ini tampak pada penggunaan metode Qiyas (analogi) untuk istinbath hukum terhadap masalah yang tidak tertulis hukumnya dalam nash-nash Al-Qur'an dan Al Sunnah. Dalam kitab beliau disebutkan pula ijtihad.  Namun ijtihad yang beliau maksud adalah Qiyas.  Beliau juga menolak ijtihad hukum dengan tanpa adanya dalil yang mendukung.
Disamping itu beliau menempatkan konsensus para mujtahid terhadap sesuatu masalah (ijma’) sebagai landasan hukum, dengan berdasar pada hadits Rasul yang memerintahkan seorang muslim untuk tetap dalam jamahnya. Alasan lain bahwa di dalam jamaah peluang melakukan kesalahan dalam memberi makna nash dan dalam melakukan qiyas menjadi hampir tidak ada.
Sedangkan landasan aksiologinya adalah untuk merefleksikan petunjuk Allah dalam kehidupan sehari-hari untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.


3.    Filsafat Ilmu dalam Ihya’ Ulumuddin.
Dalam kitabnya ini Al Ghazali mengungkapkan bahwa manusia bisa menangkap realitas sebagai sumber ilmu dengan dua cara, yaitu dengan melakukan pengamatan dan dilanjutkan dengan penalaran serta dengan menyibak tabir-tabir intuisi untuk menemukan kebenaran sejati. Cara yang pertama beliau sebut dengan ilmu i’tibar atau istibahar sedang cara yang kedua beliau sebut dengan ilham atau wahyu.
Secara lebih lanjut al Ghazali menerangkan bagaimana proses hakekat sebuah realitas dapat ditangkap oleh hati manusia. Berikut ini uraiannya:
“Bila kita bayangkan ada sebuah kolam yang digali di tanah, maka kolam tersebut bisa kita isi dengan air dari sungai yang kita alirkan pada kolam itu. Bisa juga kita menggali kolam tersebut secara lebih dalam dan membersihkan tanah-tanah yang ada di dalamnya. Sehingga dari dasar kolam tersebut memancar air yang lebih jernih, lebih langgeng dan bahkan lebih banyak. Demikianlah, hati itu ibarat kolam, ilmu itu ibarat air dan sungai itu ibarat panca indera kita.

Secara epistemologis, dengan adanya dua alternatif mencapai kebenaran, maka ada dua cara pula yang harus ditempuh. Untuk memperoleh kebenaran I’tibary, cara yang ditempuh adalah dengan mengaktifkan akal untuk menerima ilmu yang berasal dari pengamatan, dan dengan melakukan serangakaian percobaan  untuk mengetahui akibat-akibat yang terjadi di masa datang (prinsip-prinsip?). sedangkan untuk memperoleh kebenaran yang berupa ilmham tidak ada jalan lain kecuali dengan mendekatkan diri kepada Allah dan mengasingkan diri dari kehidupan manusia agar terbuka pintu alam malakut sehingga dapat mencapai jauh al- mahfur untuk mendapatkan kebenaran yang sejati.
Namun demikian beliau mengatakan bahwa sebelum menempuh jalan tersebut hendaknya terlebih dahulu menempuh jalan yang ditempuh oleh para ulama (ahli fikih) dan memahami apa yang mereka ucapkan. Setelah itu barulah menunggu terbukanya tabir untuk mencapai kebenaran yang sejati.
Berkaitan dengan aspek aksiologis, justru pada aspek inilah titik tekan pembahasan kita Ihya’ Ulumuddin. Setiap pembahasan yang dikemukakan oleh Al Ghazali selalu bersentuhan dengan nilai-nilai moral (akhlakul Karimah). Menurut beliau agar bisa mencapai alam malakut dan mendapatkan kebenaran sejati, seseorang harus membersihkan dirinya baik lahir maupun batin.

C.    Kesimpulan/Penutup
1.    Bahwa di dalam warisan intelektual muslim terkandung sebuah filsafat ilmu yang mendasari produk-produk keilmuan di bidangnya.
2.    Sebagai produk keilmuan Islam, maka cara pandang ontologisnya adalah memandang Allah sebagai sumber ilmu dan kebenaran.
3.    Kebenaran bisa ditangkap manusia lewat panca indera, ketajaman akal pikirannya dan kepekaan intuisinya.
4.    Al Syafi’i menggunakan metode deduktif ala Aristoteles yang beliau sebut dengan qiyas untuk menentukan hukum suatu masalah yang tidak terdapat dalam nash Al-Qur'an dan Al Sunnah
5.    Al Ghazali cenderung untuk mengasah kepekaan intuisi guna mencapai kebenaran hakiki tanpa melalui panca indera dan rasio
6.    Aspek aksiologis pada warisan intelektual muslim selalu berkaitan dengan aspek ontologisnya

artikel


”Muhammad bukanlah bapak dari seorang anak laki-laki dari kalian tetapi dia adalah Utusan Allah dan penutup para Nabi, dan Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu”
Oleh : DR. Zaghlul an-Najjar
Ayat Alquran yang mulia ini terdapat di paruh pertama dari surat al-Ahzāb sebuah surat madaniyyah yang mempunyai tujuh puluh tiga ayat setelah basmalah.
Dinamakan al-Ahzāb karena di dalamnya terdapat isyarat atas perang Ahzab dari ayat ke sembilan sampai dengan dua puluh tujuh, sedangkan maksud dari Ahzab sendiri adalah orang-orang kafir Quraish yang datang dari selatan, yang kemudian bergabung dengan kabilah-kabilah yang datang dari utara, seperti kabilah Gatafan dan Ashju’ dan mempunyai rencana untuk memerangi kaum muslimin, serta mengepung Madinah, kejadian ini terjadi pada tahun keempat setelah hijrah, Rasulullah saw. mengadakan (pertahanan dengan) menggali parit (khandaq) di sekeliling Madinah untuk mempertahankan diri dari  kepungan (musuh) selama sekitar satu bulan lamanya. Kemudian Allah mengirim angin ribut dan personel perang dari malaikat kepada pasukan kafir, mereka terpaksa membubarkan kepungannya dan mengevakuasi diri untuk mencari keselamatan. Pada akhirnya mereka pulang dengan duka cita yang amat dalam.
Pembahasan yang terdapat pada surat al-Ahzāb berkisar penjelasan detail tentang perang yang dinamakan dengan nama mereka (al-Ahzāb), diikuti dengan detail beberapa syariat, nasihat, dan adab islami, serta bercerita tentang kekacauan hari akhir, nasihat para hamba Allah tentang urgensi memegang teguh ketakwaan, kemudian diakhiri dengan amanah siap dibawa oleh manusia, yang langit, bumi serta gunung pun enggan membawanya.
Pembahasan tentang surat  al-Ahzāb baik dari syariat, ibadah,  akhlak, serta pilar-pilar akidahnya telah berlalu. Pada makalah ini kita akan mengkhususkan pembahasan dari segi kemukjizatan berita sejarah serta mukjizat pengajaran yang ada pada tanda-tanda yang diberikan kepada penutup para Nabi dan Rasul (baca : Muhammad saw.) dalam ayat ini serta ayat-ayat lain yang terdapat dalam Alquran.
Tanda-tanda kenabian yang ada pada Nabi saw. terdapat dalam Alquran yang tersebar pada dua ratus delapan belas tema, di antaranya empat kali dengan nama “Muhammad”, satu kali dengan “Ahmad”, tiga puluh delapan kali dengan sifat kenabian, seratus tujuh puluh lima kali dengan sifat kerasulan. (bahkan) Salah satu surat dalam Alquran dinamakan “Muhammad”, hal ini berdasarkan pada bentuk panggilannya yang bermacam-macam, serta mayoritas objek yang banyak diajak bicara  dalam al-Quran adalah Nabi saw.
Kelahirannya Muhammad saw. : dilahirkan pada tempat yang sangat terkenal, Mekkah, saat menjelang subuh malam dua belas Rabi’ul awal lima puluh tiga tahun sebelum Hijrah pada tahun gajah, tepatnya pada tanggal 20-4-570 M. Berangkat dari itu semua beliau adalah satu-satunya Nabi sejarahnya diketahui, baik tempat, waktu lahirnya, tempat meninggalnya, tempat di mana beliau dimakamkan, serta detail  biografinya.
 Beliau saw. telah lahir dalam keadaan yatim karena ditinggal oleh bapaknya saat beliau masih berumur dua bulan dalam kandungan, tepat pada tahun kelahirannya terdapat kisah kekalahan tentara Abrahah al-Ashram Raja Habshy dari Yaman, berangkat dengan gajah-gajah mereka menuju Mekkah untuk menghancurkan Ka’bah, kemudian Allah mereka hina dan menghancurkan bala tentara itu dengan mukjizat di luar kemampuan akal manusia. Malam itu juga terdapat peristiwa padamnya api yang menjadi sesembahan di Persi, danau Sāwih—yang dianggap suci oleh penyembah berhala Persi—mengering setelah banjir, Singgasana Kisrā berguncang dan 14 tokohnya meninggal dunia.
Masa perkembangan Muhammad saw. masa asi beliau berlangsug di rumah Bani Sa’ad, pada (seorang ibu bernama) Sayyidah Halimah, Sayyidah Halimah lah yang telah menjadi saksi atas bermacam-macam kejadian karena berkah dari bayi yang disusukannya selama dua tahun. Sesudah itu, ketika ibu kandung beliau memintanya kembali, sayyidah Halimah merasa keberatan serta menginginkannya untuk ketap tinggal di Bani Sa’ad. Maka Muhammad saw menetap di sana sampai berumur lima tahun, kembalilah beliau kepada ibundanya, di Mekkah, yang kemudian berencana pergi ke Madinah untuk menziarahi dn mengenang bapaknya (Abdullāh Bin Abd al-Mutālib) yang belum melihatnya.
Sesampainya di Madinah keduanya hidup di keluarga bapak mereka (Bani al-Najjār) selama hampir satu bulan, setelah itu ibu kandung Muhammad saw. meninggal dunia pada saat perjalanan pulang menuju Mekkah dan di kubur di desa Abwā’, (ibunya) meninggalkan anak kecil yang masih memerlukan banyak kasih sayang dari seoarang ibu, lengkaplah predikat yatim Muhammad setelah kematian ayahnya ketika dia masih dalam kandungan kemudian disusuldengan kematian ibunya saat dia masih berumur enam tahun.
Kemudian di Mekkah dia dirawat oleh kakeknya Abdul Muthalib yang sangat menyayanginya selama dua tahun, sampai dia (kakeknya) meninggal dunia pada saat dia berumur delapan tahun dan pengasuhannya digantikan oleh Abu Tālib.
Hiduplah Muhammad kecil di Mekkah yang banyak diam, merenung dan berpikir, pun tidak mengetahui senda-gurau masa anak-anak, menggembala domba-domba penduduk Mekkah hanya untuk mencari sedikit makanan, sampai berumur dua belas tahun, terkenallah dia karena sifatnya yang jujur serta dapat dipercaya. Pada saat umurnya mencapai awal dua puluhan dia pergi untuk berdagang dengan Sayyidah Khadijah binti Khuwailid ke kota Shām kemudian pulang dengan membawa banyak keuntungan. Khadijah menjadi heran dengan kejujuran orang ini(Muhammad) sehingga berkeinginan untuk menikahinya, dan Muhammad menerimanya, karena suaminya telah meninggal dunia. Sayyidah Khadijah adalah perempuan yang terhormat sekaligus kaya raya, maka banyak orang-orang yang Tamak menginginkannya baik karena kehormatannya maupun kekayaannya. saat itulah Sayyidah Khadijah menginginkan seorang suami untuk melindunginya serta menjaga manifestasinya dari orang-orang yang akan berbuat tidak baik terhadapnya. Pada saat itu Khadijah berumur sekita empat puluh tahun dan Muhammad dua puluh lima tahun. Setelah keduanya menikah mereka hidup bersama selama seperempat abad.  Allah menganugerahi mereka dengan dua anak laki-laki serta dua anak perempuan, mereka adalah Qāsim, Zainab, Ruqayyah, Fātimah,  Ummi Kulthūm, ‘Abdullah, akan tetapi kedua putra mereka meninggal, menyisakan empat putri.
Kerasulan Muhammad saw. terjadi pada umurnya yang ke empat puluh, wahyu datang kepadanya saat dia tahannuth (bertafakur) di gua Hira, tepatnya pada Ramadhan tiga belas tahun sebelum Hijrah atau enam ratus sepuluh Masehi, beliau langsung pulang ke rumahnya dalam keadaan takut. Khadijah, istrinya langsung menyambutnya dan membaringkannya di atas kasur dan menyelimutinya dengan rapat. Kemudian Khadijah bertanya apa yang telah terjadi, setelah Nabi menceritakan apa yang terjadi, Khadijah berkata, “Berbahagialah....demi Allah, Dia tidak akan menyia-siakanmu  selamanya, kamu adalah orang yang selalu menyambung tali silaturahmi, berkata jujur, amanah, mencarikan pekerjaan pada orang yang tidak punya, memuliakan tamu, serta membantu orang-orang yang lemah. Setelah kejadian itu pergilah mereka berdua ke sepupu Khadijah, Waraqah bin Naufal, seorang rahib, setelah mereka menceritakan kejadian waktu itu Waraqah pun berkata,”Ini adalah nāmūs (wahyu) yang juga turun kepada Nabi Musa as., sabarlah wahai anakku, seandainya aku masih hidup saat kaummu mengusirmu.” Berkatalah Nabi Muhammad saw. “Apakah mereka akan mengusirku??” Waraqah menjawab,”Ya, hanya sedikit orang yang akan percaya terhadapmu, kalau aku masih hidup pada masamu niscaya aku akan membelamu dengan sekuat tenagaku”
Alquran merekam berita kenabian Muhammad pada firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Isa as yaitu :
Dan (Ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, Sesungguhnya Aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan Kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata." (QS. Al-Saf : 6)
Alquran juga merekam peristiwa saat Muhammad saw. dilahirkan dalam keadaan yatim pada tahun gajah, dan mempertegas pemeliharaan-Nya dalam firman-Nya:
 Bukankah dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu dia melindungimu? Dan dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu dia memberikan petunjuk. Dan dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu dia memberikan kecukupan.(QS Al-Duhā : 6-7)
Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu Telah bertindak terhadap tentara bergajah[1601]?  Bukankah dia Telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia? Dan dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong, Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, Lalu dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).(QS Al-Fīl : 1-5)
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu., tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Ahzāb : 40)
Ayat-ayat yang tersebut di atas merupakan bukti kemukjizatan Alquran dari segi kabar berita maupun data kesejarahan, seperti halnya biografi Rasulullah saw yang juga menjadi mukjizat yang mendidik yang juga terdapat dalam Alquran.

“Perkataan yang Sungguh Berani, Manajemen Pengajaran, ke Mana?”
Oleh : Labib Al-Siba’i

Guna memperjelas detail paradigma (pendidikan), dan dengan diangkatnya Menteri Pendidikan dan Pengajaran yang baru, Dr Ahmad Zaki Badr setelah tahun kedua atas tinjauannya ke beberapa instansi pendidikan.
Kami mengungkap opini serta analisis objektif dari beberapa bentuk kekacauan pendidikan  serta pendidikan yang merusak di beberapa sekolah melalui fakta dan data yang ditulis oleh penulis yang sangat kredibel, (yaitu) Profesor ‘Izzat al-Sa’adani dengan judul “Surat dari Anak Kecil Itu tidak Membawa Dusta”. Analisis ini telah dipaparkan oleh guru besar bidang pendidikan DR. Amin Faruq Fahmy, seorang dosen luar biasa di Fakultas ‘Ulūm dan mantan direktur Pusat Pengembangan Ilmu Pendidikan, yang mengatakan bahwa, “Meskipun surat itu memuat fakta-fakta dan opini publik yang membuat semua staf di bidang pendidikan terkejut, bahkan disebabkan kedatangan surat itu dari seorang anak kecil polos dan tidak mungkin berbohong, atau (hanya) ingin memperbaiki dirinya, (padahal, surat itu bukan hanya) mengusik perhatian orang yang bertanggung jawab bidang pendidikan di Mesir, tapi bisa jadi orang yang bertanggung jawab atas pendidikan di Venezuela atau Meksiko..! (akan tetapi) tidak ada seorang pun pejabat yang merespons atas temuan yang ada di lapangan ini, kalau (fakta-fakta yang ditemukan itu) benar maka orang yang bertanggung jawab harus dikenai sanksi.
Surat itu sangat menggemparkan, (betapa tidak?), surat itu datang saat pejabat-pejabat pendidikan menggembar-gemborkan kualitasnya, yang sebelumnya (juga ada) Diklat profesionalisme guru untuk meningkatkan kemampuan dan materinya, pengembangan kurikulum, serta pengadaan buku diktat untuk sekolah dasar, serta penilaian yang lebih komprehensif, dan lain-lain, yang merupakan usaha pemerintah negara yang diambil dari uang pajak hanya untuk kemajuan yang kita (pun) belum  merasakannya.
Tujuan dari peluncuran beberapa kutipan surat tersebut tidak lain adalah untuk membenahi manajemen pendidikan yang telah terguncang dengan peristiwa ini dan untuk mencari caraa cara mengatasinya di masa yang akan datang. Apa yang telah terjadi di salah satu sekolah itu adalah contoh dari (realita) kebusukan dan penghancuran pendidikan beserta sistemnya. Bahaya ini menjadi lebih nyata ditambah dengan pelakunya adalah pendidik (sekaligus pengajar itu sendiri) yang sangat berpengaruh terhadap generasi penerus yang akan datang. Maka dari itu (kasus ini) harus ditangani  secara pasti dengan menitik beratkan pada sisi-sisi yang tersembunyi pada instansi-instansi pendidikan kita dan dilaksanakan dengan secara  transparan untuk khalayak umum, agar hal itu menjadi penangkal  terhadap tenaga pendidik yang nakal. Kejadian ini tidak boleh terjadi berkepanjangan tanpa ada evaluasi dan tranparasi hukum di depan masyarakat umum sehingga kejadian ini tidak akan bergulir ke tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. Pengadaan mekanisme penghargaan dan sanksi dalam bentuk dua daftar yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan, serta menyiarkannya pada semua instansi pendidikan, yang pertama, untuk yang terburuk nama-nama yang ditemukan bersalah setelah penyelidikan di salah satu tindakan yang artikel ini dikumpulkan, dan yang kedua, untuk penghormatan nama-nama yang terlibat dalam masalah ini dikumpulkan.
Surat (yang datang dari anak kecil ini) tidak boleh diremehkan, ini harus ditanggapi dengan serius karena (surat) itu menggambarkan peristiwa yang terjadi di sebagian, bahkan (mungkin) seluruh sekolah kita. Berdasar laporan polisi ada bis yang dengan sengaja menyerang para siswa yang telah mengakibatkan cacat permanen  bahkan kematian. Hal ini mengakibatkan para siswa yang mengalami cacat permanen untuk pindah di sekolah luar biasa ini sudah menjadi rahasia umum yang menjadi perbincangan hangat saat mendekati musih ujian.
Dr. Faruq Fahmy Menambahkan, “tidak masalah (bagi kita) untuk melihat kembali beberapa kutipan dari surat itu untuk menggugah ingatan pembaca serta menjadi kesempatan bagi mereka yang tidak pernah melihatnya, kemudian kita telaah dengan analisis pendidikan yang sistematis yang bisa mengupas surat beserta misinya,  dan kita taruh di akhirnya, catatan-catatan sebelum mengambil keputusan yang bisa mengembalikan keadaan sebelum semuanya menjadi lebih kacau lagi.”
Pada awalnya, Ahmad, seorang murid kelas enam di sekolah dasar al-Shahīd Taufīq Rāgib (pasal 6/5) mengatakan dalam kutipan suratnya lengkap dengan kesalahan gramatikal yang disebarkan oleh Prof. Dr, ‘Izzat al-Sa’dany:
·   Saya tidak tahu kenapa tiba-tiba Guru besar itu memaki-maki para murid di kelas tanpa sebab yang jelas, bahkan menghina agama para guru (yang lain).
·   Para  guru bermain bola pada saat jam pelajaran.
·   Para guru menuduh  para murid berbohong pada ujian, padahal saya (sudah) bertindak jujur pada setiap pelajaran di ujian akhir.
·   Para guru memperlakukan para murid yang tidak mengambil program khusus dengan buruk, dan (biaya) pelajaran mulai dari 15 sampai dengan 20 pounds sterling, Ibuku mesti pinjam uang dari tetangga hanya untuk sekolah.
·   Para guru sangat kejam, aku tidak paham apapun dari mereka (tetapi) mereka memukul para murid dengan keras.
·   Ustad berkata pada kita, “Hei anak beban yang menjadi beban saja!!! Diam! Kalau kamu menjawab bapakmu akan membakar wajah ibumu!!” kemudian menghina agama para murid.
·   Kamar mandi murid baunya sangat tidak enak, manusia mana yang sanggup menahannya??, akan tetapi kamar mandi guru begitu bersih.
·   Aku sangat senang karena aku akan pindah sekolah ke Belanda
Sampai di sini selesailah surat yang di tanda tangani oleh Ahmad yang menceritakan keadaan dirinya sendiri yang seperti sampah di sekolah. Kutipan (di atas) sudah ditulis setelah sedikit pengoreksian tata tulisnya, seperti, (هلندا) yang dimaksud adalah (هولندا) dan (الصبورة) yang dimaksud adalah (السبورة) dan sebagainya. Terlepas dari kesalahan penulisan dan gaya huruf yang digunakan jauh dari kaidaan Bahasa Arab yang kita pelajari, akan tetapi surat itu datang dari perasaan siswa yang masih anak-anak yang masih sedikit belajar bahasa yang telah kita pelajari dengan segala kaidah yang ada untuk kemudian diadopsi??